Kesan RP. Puji Nurcahyo, CM terhadap RD. Yohanes Tjuandi 

Romo Puji Nurcahyo, CM selama menjadi Pastor Paroki St. Vincentius a Paulo, Batulicin (2017-2021) sempat mendampingi Diakon Yohanes Tjuandi atau Johan. Pada 2017-2018, Johan menjalani orientasi sebagai Rasul Awam di Paroki St. Vincentius a Paulo dan tinggal bersama Romo Puji selama enam bulan.

Romo Puji mengenal Diakon Johan dengan cukup baik. Beliau juga yang memberikan rekomendasi ketika Johan melamar sebagai calon imam Keuskupan Banjarmasin. Berikut petikan wawancara tim penyusun Buku Kenangan dengan Romo Puji di Pastoran Batulicin, Sabtu (12/6/2021).

Sejauh mana Romo mengenal Diakon Johan?

Saya mendampingi Diakon Johan selama setengah tahun (enam bulan) ketika menggantikan Romo Wahyu sebagai Kepala Paroki St. Vincentius a Paulo, Batulicin. Awal saya pindah ke Batulicin, beberapa karyawan paroki juga keluar. Itu sempat membuat kebingungan. Untungnya waktu itu ada dua Frater di sini, yaitu Fr Johan dan Fr Albert. Kami pun berbagi tugas. Fr Johan mengurus bagian sekretariat, sedangkan Fr Albert kebagian urusan dapur.

Kalau saya lihat, Diakon Johan adalah tipe pekerja keras. Orangnya disiplin dan mudah dalam bersosialisasi. Orangnya juga ramah dan luwes. Selama di sini, saya amati dia dekat dengan Orang Muda Katolik (OMK) dan Putra Putri Altar (PPA). Itu karena pribadinya memang mengesankan bagi mereka.

Adakah hal yang menarik secara khusus dari Diakon?

Dia kayaknya memang spesialis dalam mendampingi OMK. Beberapa kali memberi retret dan relokeksi untuk OMK dan PPA, saya melihat cara pendekatannya dengan anak-anak muda memang sesuai dengan gayanya anak muda. Meski begitu, isi materinya tetap berbobot, mengena, dan mengesankan. Tak heran, jika dia beberapa kali diminta terus untuk mendampingi anak muda. Kedekatannya dengan anak muda dan pendampingan anak muda sepertinya menjadi minatnya.

Baca Juga:  Obituari: Sr. Mary Florian Sabio, SPC

Kalau pendekatannya dengan umat di stasi-stasi, seperti apa?

Selama menjalani masa diakonat di Stasi Mandam, setahu saya, dia ditugaskan Romo Budi (Rm Antonius Budi Wihandono, Pr) untuk kunjungan ke umat. Tugas pastoral keluarga dijalankannya dengan baik, termasuk dalam mengumpulkan data terbaru perkembangan umat di Mandam dan sekitarnya. Saya pun tinggal melengkapi dan memperbaharui data itu.

Diakon juga terlibat banyak dalam penataan pengurus stasi dan komunitas di Mandam dan sekitarnya. Dulu, daerah-daerah di sekitar Mandam dianggap stasi semua. Sekarang, hanya Mandam dan Napu yang disebut stasi, sedangkan yang lain disebut komunitas. Diakon Johan terlibat dalam semua urusan itu.

Diakon Yohanes Tjuandi bersama OMK stasi Napu, stasi Mandam- Paroki Batulicin dan OMK Paroki Kotabru

Adakah catatan khusus dari Romo buat Diakon?

Apa ya? Ha-ha-ha. Catatannya baik sih. Saya memberikan rekomendasi sangat baik. Semua Frater yang sempat di sini mendapat catatan baik. Untuk Frater Johan kala itu, rekomendasi saya sangat baik. Sebab, menurut saya, pengalamannya dalam berpastoral sudah cukup banyak.

Bagaimana perhatian Diakon terhadap program Pemberdayaan Dayak Meratus (PDM)?

Kayaknya dia punya ketertarikan dengan kegiatan PDM. Sebab, tesisnya waktu kuliah di STFT Widya Sasana juga berbicara mengenai PDM. Dia melihat PDM secara keseluruhan, bagaimana spiritualitas dan arahannya.

Kalau dia ditempatkan sebagai moderator PDM, saya kira cukup baik. Pertama, karena dia mempelajari dan mendalami itu sebagai karya tulis. Kedua, dia juga melihat di lapangan dan mengalaminya secara langsung dua kali.

Seperti apa tantangan PDM ke depan?

Banyak tantangannya, yakni dari tim PDM sendiri dan dari lapangan. Di tim PDM atau di pusatnya, pengembangannya bisa luar biasa, dalam arti menyusun program, visi dan misi, lalu tim ini mem-backup yang di lapangan. Di lapangan tidak hanya membutuhkan dukungan dana, tetapi para relawan ini perlu dibekali keterampilan, penyegaran kembali iman dan semangatnya.

Baca Juga:  Jadilah Imam yang Baik dan Taat pada Uskup

Relawan itu adalah aset terbesar dari PDM. Jadi harus benar-benar dijaga. Tidak gampang mencari relawan yang mau melayani di tempat terpencil dan sulit, serta tidak ada sinyal. Saya mendiskusikan panjang lebar soal ini dengan Diakon karena tesisnya berbicara mengenai PDM.

Terakhir, pesan Romo untuk Diakon?

Semoga menjadi imam yang baik. Sebab, saya tahu perjuangannya untuk menerima tahbisan itu tidak gampang. Prosesnya cukup panjang. Selama ini, dia menjalaninya dengan tekun dan setia. Ini tentu saja akan membentuk dia menjadi imam yang militan dan penuh semangat. Semoga dia tetap setia menjadi imam yang baik.

Saya juga berharap pengalamannya selama masa orientasi, diakonat, dan pastoral di sini sungguh-sungguh bermanfaat bagi karya pelayanannya ketika menjadi imam kelak. Di sini cukup mewakili karena dia mengalami berpastoral di tengah masyarakat Dayak Meratus, mengalami di tengah umat pendatang dari Nusa Tenggara Timur, serta pernah juga mengalami di Banjarmasin. Jadi, pengalaman pastoralnya sudah cukup lengkap. (JY)