Bulan Rosario, Sinode Para Uskup, Hari Minggu Misi 2021 dan Hari Sumpah Pemuda
Umat beriman terkasih, anak-anak, remaja, kaum muda, ibu-bapak, Bruder, Frater, Suster, rekan-rekan imam yang diberkati Tuhan. Salam sehat, salam sejahtera, damai bagi Anda semua.
- Kemenangan definitip armada gabungan negara-negara Eropa dalam pertempuran laut di Lepanto Italia Selatan diraih pada tanggal 7 Oktober 1571. Bapa Suci Santo Paus Pius V menetapkan hari itu sebagai peringatan Santa Perawan Maria Ratu Rosario. Sebelum pertempuran itu umat kristiani di seluruh Eropa berdoa memohon pertolongan Tuhan melalui pengantaraan Bunda Maria dengan mendoakan Rosario. Lama kelamaan seluruh bulan Oktober setiap harinya diisi oleh umat beriman dengan mendoakan doa rosario sehingga bulan Oktober disebut bulan rosario (untuk membedakannya dari bulan Mei yang berabad-abad sebelumnya sudah dikenal sebagai bulan Maria).
Doa Rosario adalah salah satu doa yang diakrabi seluruh umat katolik dari segala kelompok usia, jenjang pendidikan dan strata sosial dari dulu sampai sekarang dimana pun di atas muka bumi ini. Boleh dikatakan bahwa (doa) rosario adalah tanda pengenal khas Gereja Katolik. Penuturan lisan mengungkapkan bahwa puluhan bahkan ratusan tahun lamanya umat katolik di sejumlah daerah di kawasan timur Indonesia (dulu: Hindia Belanda) bertahan sebagai umat katolik dengan: identitas rosario. Maklumlah pemerintah Hindia Belanda waktu itu tidak mengizinkan imam-imam katolik melayani umat katolik di daerah itu. Hanya pemimpin gereja-gereja kristen lainnya saja yang diperkenankan melayani umat mereka. Doa rosario sederhana dan dengan mudah didoakan oleh siapa saja pada saat apa pun. Bisa sambil menunggu bis atau pesawat berangkat. Kalau tidak ada rosario bisa dengan pertolongan lima jari tangan. Bahkan sambil mengemudikan kendaraan sekali pun.
Namun di balik itu semua, doa rosario sesungguhnya merupakan sumber spiritualitas yang kaya dan mendalam. Dengan bantuan doa rosario seorang beriman katolik merenungkan momen-momen penting dalam kehidupan Yesus di bumi ini sejak dari kabar malaikat sampai kenaikan-Nya ke surga. Keseluruhannya terbagi atas peristiwa-peristiwa Gembira, Sedih, Terang dan Mulia. Dan yang paling mengagumkan ialah kata-kata Doa Rosario sangat alkitabiah dan hampir seluruhnya secara harafiah dikutip dari Injil, “Bapa Kami” (Mat 6: 9-13; Luk 11:2-4), “Salam Maria” (Luk 1:28.42, “Kemuliaan” Why 5,12; 7:12).
- Bulan Oktober 2021 semakin istimewa lagi karena pada hari Minggu tanggal 10 Oktober 2021 di Roma Paus Fransiskus telah membuka secara resmi Sinode para uskup sedunia yang akan berlangsung selama 2 tahun dan berpuncak pada bulan Oktober 2023. Inilah Sinode pertama yang disiapkan selama dua tahun dengan melibatkan seluruh umat di seluruh dunia (Uskup, imam, biarawan-biarawati, dan awam). Pelaksanaannya dimulai dari tingkat paling bawah atau tingkat lingkungan (kring, komunitas) sampai tingkat keuskupan, selanjutnya ke keuskupan-keuskupan dalam satu konferensi (KWI) kemudian pada tingkat regional (Untuk Asia: FABC Federation of Asian Bishops’ Conferences). Tema yang diusung Sinode ialah: “Menuju Gereja Sinodal, Persekutuan, Partisipasi dan Misi”. Pembukaan Sinode di Keuskupan Banjarmasin menyusul pembukaan di Roma tanggal 10 Oktober 2021 dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2021 dalam perayaan Ekaristi yang dihadiri sejumlah imam dan dipimpin oleh uskup Keuskupan Banjarmasin.
Sinode berasal dari bahasa Yunani, gabungan dua kata syn (artinya: bersama) dan hodos (artinya: berjalan). Sinode berarti berjalan bersama. Berjalan bersama siapa? Berjalan bersama Kristus dan sesama saudara umat Gereja Katolik dan sesama saudara siapa pun yang kita jumpai selama berziarah di muka bumi ini. Para Uskup dengan umatnya, para Uskup dengan Paus dan seluruh Gereja bersama Kristus. Kitab Hukum Kanonik (KHK) Kanon 342 menjelaskan apa Sinode menurut faham Gereja Katolik”
“Sinode para Uskup ialah himpunan para Uskup yang dipilih dari pelbagai kawasan dunia yang pada waktu-waktu yang ditetapkan berkumpul untuk membina hubungan erat antara Paus dan para Uskup, dan untuk membantu Paus dengan nasihat-nasihat guna memelihara keutuhan dan perkembangan iman serta moral, guna menjaga dan meneguhkan disiplin gerejawi, dan juga mempertimbangkan masalah-masalah yang menyangkut karya Gereja di dunia”. Berjalan bersama berwujud dalam persekutuan, partisipasi dan misi.
Dengan kehadiran Kristus di tengah-tengah umat yang sedang berziarah, umat semakin dipersatukan dan dikuatkan dalam menghadapi berbagai tantangan, dijauhkan dari segala ketakutan dan kecemasan serta dikuatkan dalam pengharapan akan masa depan yang lebih baik (bdk. Luk 24:15). Tanpa Yesus perjalanan ziarah di bumi ini diliputi kegelapan, kegalauan dan ketidakpastian. Dalam situasi galau manusia malah berselisih satu sama lain, terpecah belah dan saling menyerang dan menyingkirkan bahkan saling membinasakan (bdk. Kej 4:5.8). Semakin berkembang persekutuan, kian trampil manusia satu sama lain hidup bersama dan bersaudara, semakin tumbuh pula partisipasi. Terlibat dalam kehidupan dan perjuangan bersama, senasib sepenanggungan, sehati sejiwa menjadi roh dari kehidupan bersama. Dalam suasana itu tumbuh saling empati dan peduli satu sama lain. Rasa saling percaya satu sama lain menguat. Kerinduan dan tekad untuk berjalan dan berkembang bersama menguat dari hari ke hari. Semua siap berbagi kisah perjumpaan dengan sesama dan Tuhan yang menyertai perjalanan dan pergumulan hidup.
Gereja yang mengalami kehadiran dan pendampingan Allah dalam ziarah hidupnya bersama orang/kelompok yang berlatar belakang lain semakin termotivasi untuk membagikan dan memberikan kesaksian pengalaman itu kepada kelompok lain yang lebih luas dan jauh jangkauannya. Pintu-pintu Gereja pun terbuka kepada siapa saja dan Gereja sebagai persekutuan dan setiap anggota atau kelompok bersama bersaksi seperti para Rasul, “Kami tidak mungkin untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan kami dengar”, (Kis 4:20). Kutipan dari Kisah Para Rasul tadi merupakan inti pesan Bapa Suci Paus Fransiskus pada hari Minggu Misi se-dunia ke 95 yang dirayakan pada tanggal 24 Oktober 2021 lalu.
Gereja Sinodal Keuskupan Banjarmasin yang bercirikan persekutuan, partisipasi dan misi itu dalam visinya bercita-cita untuk “memancarkan Kasih Allah di Kalimantan Selatan”. Cita-cita dijabarkan dalam Misinya dengan antara lain:
- “Meningkatkan solidaritas dan belarasa umat Allah dengan sesama dan lingkungan”
- “Mengakarkan Gereja pada masyarakat di Kalimantan Selatan”
Hal itu tergambar dalam fokus pastoral dalam tahun 2021 ini dan 2 tahun ke depan.
2021: Tahun Gereja Berdialog
2022: Tahun Gereja Inklusip dan
2023: Tahun Gereja Transformatif
- Sumpah Pemuda 1928, 100% Katolik, 100% Indonesia
Pada tanggal 28 Oktober 1928, 93 tahun lalu, terjadi suatu yang mengubah arah sejarah Hindia Belanda yang kemudian menjadi Indonesia. Sejumlah kaum muda terpelajar yang tergabung dalam persatuan orang muda dari berbagai daerah Hindia Belanda Jawa, Sumatera, Sulawesi, Ambon, Kalimantan dan lainnya mengikrarkan apa yang kemudian dikenal sebagai “Sumpah Pemuda” yang bunyinya. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Indonesia.
Ada hal menarik yang jarang diungkap tetapi tidak kalah penting dalam penghayatan iman umat Katolik Indonesia. Pertemuan hari pertama tanggal 27 Oktober 1928 itu diselenggarakan di ruang kantor Pemuda Katolik (Katholieke Jong Bond) di samping Gereja Katedral Jakarta. Mungkin itu suatu kebetulan belaka menurut nalar insani. Namun dalam kacamata iman tidaklah demikian. Pemuda Katolik yang mewakili seluruh umat Katolik ikut serta sejak semula dalam tahap awal menancapkan patok pertama proses pembentukan negara-bangsa Indonesia. Ikrar orang-orang muda itu menegaskan hadirnya kenyataan baru di bumi Nusantara: kesatuan Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, kelompok etnis dan agama. Ikrar mereka merupakan energi raksasa yang terus mengobarkan semangat orang-orang muda generasi berikutnya yang terus mengidam-idamkan lahirnya satu negara dan bangsa Indonesia yang bebas dari penindasan, kolonialisme dan imperialisme asing. Sebuah bangsa yang mempunyai tanah air, identitas kebangsaan dan bahasa yang sama. Cita-cita itu terwujud ketika Soekarno Hatta atas nama Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Betapa pentingnya isi Sumpah Pemuda itu tercermin dalam dokumen kenegaraan yang disusun kemudian. “Satu Nusa” tercerminkan dalam Mukadimah UUD 1945 yang bunyinya “melindungi seluruh tumpah darah Indonesia” “Berbangsa satu” mengispirasikan naskah proklamasi yang berbunyi “atas nama bangsa Indonesia” sementara “berbahasa satu” tertampung dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 36 yang bunyinya “bahasa negara ialah bahasa Indonesia”.
Tak dapat dipungkiri roh Sumpah Pemuda mengalir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak awal sampai detik ini dan kedepan. Roh itu dirumuskan secara berbeda oleh para pemimpin Gereja Katolik Indonesia pada awal kemerdekaan, Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, Uskup Agung Keuskupan Semarang dan Bapak I.J. Kasimo, Ketua Partai Katolik waktu itu dengan semboyan 100% Katolik 100% Indonesia. Semangat nasionalisme dan rasa kesatuan sebagai bangsa yang merentang dari tahun 1908, Kebangkitan Nasional, menuju ke proklamasi 17 Agustus 1945 melintasi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sampai saat ini perlu terus disyukuri, dirawat dan diisi dengan nilai-nilai kemerdekaan dan kemanusiaan yang semakin membebaskan. Nilai itu tak lain tak bukan adalah nilai-nilai injili. Tanggung jawab Gereja sinodal dalam membangun persekutuan, partisipasi dan misi selalu relevan dan aktual dan merupakan tugas perutusan semua warga Gereja dalam rangka bernegara, berbangsa dan berbahasa Indonesia secara benar dan berkesinambungan.
Selamat terlibat dalam proses Sinode Para Uskup 2021-2023, Tuhan Yesus melimpahi Anda dengan berkat-Nya tanpa henti. Allah adalah kasih, Deus Caritas Est.
Banjarmasin Pada Pesta Rasul Simon dan Yudas Tadeus,
Tanggal 28 Oktober 2021
† Petrus Boddeng Timang
Uskup Keuskupan Banjarmasin