Setiap tanggal 20 Mei tentu kita tahu bersama bahwa hari itu kita memperingati sebagai Hari Kebangkintan Nasional. Kita diharapkan dapat merefleksikan arti Kebangkitan Nasional terhadap apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu dan pendiri bangsa ini. Suatu tantangan tentu dimana kondisi tentu tidak sama di saat dahulu, semangat nasionalisme tetap harus mampu menghasilkan energi yang membawa Indonesia kini maju dan setara dan bahkan lebih baik dari bangsa lain.

Sisi lain meski saat ini Pandemi Covid-19 telah “berulang tahun” dan pandemi ini tentu memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kita sebagai bangsa, satu kata untuk bangsa ini patut dipuji atas sikap kebersamaan dan bersatu dalam pandemi dan tetap mendukung setiap langkah pemerintah kita sebagai satu bentuk nasionalisme yang mementingkan kepentingan bersama.

Foto Sayuti Malik, Soekarno, Bung Hatta (Sumber: Google)


Nasionalisme untuk Kemanusiaan

Selain masalah pandemi, menjelang Kebangkitan Nasional ini juga disertai beberapa kejadian yang cukup membuat hiruk-pikuk di negeri dimana terjadi pertempuran antara Israel dan Palestina yang justru membuat ramai sebagai bentuk solidaritas dengan apa yang terjadi. Tentu ada pro kontra dalam menyikapi hal ini, dan patut di puji sikap tegas dan dukungan Pemerintah Indonesia yang selalu konsisten terhadap apa yang terjadi kepada Palestina.

Dan sekali lagi nasionalisme kita tetap bergelora, dan membuat bangsa ini cukup tegar dan tidak terpengaruh atas pro dan kontra dan tetap mengutamakan persatuan bangsa diatas segala.

Tentu kita juga harus tetap arif menyikapi berbagai fenomena yang terjadi dalam pro kontra tersebut, ada yang bersuara keras memihak salah satu pihak baik Palestina ataupun Israel, ada yang menunjukkan simpati dengan berbagai macam bentuk seperti penggalangan dana, penjualan rumah atau mobil untuk dana Palestina, atau bahkan sampai ada yang berusaha mengirimkan rudal goib, atau komunitas pelakor yang mau berangkat ke Israel untuk menghancurkan keluarga prajurit Israel, atau hal lain seperti membuat lagu, menyumbangkan baju dan sebagainya.

Baca Juga:  Menciptakan Kesatuan, Keterbukaan dan Keterlibatan di Tengah Masyarakat

Kebangkitan Nasional tentu dapat kita sikapi dengan arif dengan cara yang mudah.

  1. Dengan menyatakan simpati kemanusiaan yang tidak berlebihan bahwa siapapun yang berperang, maka akan memberikan dampak korban kedua sisi terutama para korban masyarakat.
  2. Kita patut memberikan apresiasi bagi mereka yang melakukan sebagai lambang simpati seperti pengalangan dana, dan bentuk lainnya sebagai kerinduan akan simpati atas kemanusiaan. Perang adalah bencana bagi kemanusiaan.
  3. Kita tidak perlu menghujat atau mencaci pihak-pihak tersebut dan tentu itu akan hanya memicu perpecahan dan tentu itu bertentangan dengan semangat Kebangkitan Nasional kita.
  4. Tetap menghargai dan mendukung penuh sikap Pemerintah Indonesia khususnya yang terus aktif mengupayakan perdamaian sesuai dengan amanat pendiri bangsa kita.

Momentum Era Digital – Ketahanan Informasi Nasional

Pastinya jauh berbeda situasi saat ini bila dibandingkan apa yang dialami oleh pendiri bangsa dan pendahulu kita. Nasionalisme dalam Kebangkitan Nasional saat ini suatu yang luar biasa di era Milenial dimana informasi bersliweran sangat cepat dan sangat mudah (tentu semudah juga anda mendapatkan artikel di Ventigmilia Digital, bukan?).

Patut kita sikapi pula dengan mengambil ini sebagai satu kesempatan atau momentum Kebangkitan Berinteraksi Informasi dengan Baik. Kita harus bangkit menjadi garda terdepan dalam ketahanan informasi nasional, dimana kita membiasakan diri untuk memilah informasi yang benar, dan informasi yang sampah saat kita menerima informasi yang dapat kita lakukan dengan apa yang ada dalam gengaman kita.

Generasi milenial adalah garda terdepan untuk hal ini dan ini tentu tantangan bila kita tentu mengetahui semudah itu kita bisa mendapatkan informasi yang  sangat banyak dan sangat mudah.

  • Saring informasi sebanyak mungkin dan tetap lakukan check dan tidak hanya bergantung pada satu informasi tertentu.
  • Tidak terburu-buru melakukan sharing tautan baik melalui akun sosial dan pesan berantai seperti whatsapp, atau perangkat lunak lain.
  • Berhati-hati dalam memberikan posting dan menghindari hal yang tentu menjadi sumber perpecahan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika ini.
Baca Juga:  Sejarah Gereja Maria Bunda Karmel, Sebamban Raya (bagian 2)

Dan tentu bagi kita umat Katolik, ketaatan adalah utama. Mengekang diri dan tetap taat kepada apa yang disampaikan Bapa Suci Paus Emeritus Benedictus XVI.

Pertama-tama, kita harus menyadari bahwa kebenaran yang ingin kita bagikan bukan berasal dari nilai ‘popularitas’ nya atau jumlah perhatian yang diterima. Kita harus berusaha memperkenalkannya secara utuh, bukan sekadar supaya dapat diterima atau sebaliknya malah melemahkannya. Ia harus menjadi makanan harian dan bukannya daya tarik sesaat.

Mari kita merefleksikan kembali sebagai satu kesatuan perjuangan yang telah ditorehkan pendahulu bangsa. Di tengah keterbatasan akses pengetahuan, informasi, dan komunikasi, para pendahulu telah berhasil menyatukan pikiran untuk memperjuangkan kedaulatan bangsa. (msn)