Iman Diuji dalam Perjalanan Misi
Dengan semakin bertambahnya masyarakat yang tertarik menjadi Katolik maka diperlukan pendidikan agama Katolik di sekolah. Untuk itu RP. Antonius Wahyuliana CM, RP. Jacques Gros, CM dan Suster-Suster ALMA membuat program pelayanan ke Muara Napu tiga kali dalam seminggu. Pelayanan tersebut meliputi pembinaan calon baptis, mengajar agama Katolik di SDN Napu dan ibadat pada hari Minggu sekaligus Sekolah Minggu sebelum ibadat atau Ekaristi.
Trauma, Ketakutan dan Kegundahan
Namun, peristiwa kematian Anastasia menjadi sebuah peristiwa yang cukup menantang karya misi. Banyak pihak mengambil kesempatan tersebut untuk mempersalahkan Gereja. Ada juga yang mengadu domba pihak keluarga dengan Suster-Suster ALMA. Bahkan beberapa calon baptis ketakutan menjadi Katolik karena takut mati sebagaimana yang dialami Anastasia.
Suster-Suster ALMA yang bertugas di Mandam merasa terpukul dan gundah: apakah ini akhir dari perjalanan misi di Mandam? Namun dengan kepercayaan akan penyelenggaraan ilahi, Suster-Suster ALMA tetap mendekatkan diri dengan keluarga almarhum dan mengurus doa, misa pemakaman, dan lain-lain.
Sementara itu dalam perjalanan untuk melakukan pembinaan. mengajar dan memimpin ibadat di Muara Napu, Suster-Suster ALMA harus berjuang mengatasi perasaan takut dan trauma atas kecelakaan yang dialami Anastasia. Mereka berusaha menghindari tempat kejadian kecelakaan dan mencari jalan lain untuk menembus tempat pelayanan. Ketika hujan dan melalui jalan yang licin, mereka turun untuk mendorong sepeda motor.
Mengandalkan Karya Tuhan
Kesadaran bahwa apa yang dilakukan di Mandam dan Muara Napu adalah karya Tuhan, rupanya mampu menggerakkan Suster-Suster ALMA untuk terus berjuang mengunjungi keluarga-keluarga dan melayani umat Muara Napu serta mengajar agama Katolik di SD.
Lama kelamaan, umat yang tadinya merasa takut menjadi Katolik kemudian mulai sadar bahwa semua orang juga akan mengalami kematian namun dengan situasi dan waktu yang berbeda. Darah yang ditumpahkan oleh misionaris cilik Anastasia Mesin dalam perjalanan misi ke Muara Napu seakan telah menjadi pupuk bagi kesuburan perkembangan umat di stasi Napu. Pada 26 Desember 2014, Mgr. Petrus Boddeng Timang yang di dampingi Rm. Wahyu, CM pastor Paroki dan Rm. Supri, CM. membaptis 31 jiwa.
Tak lebih dari sebulan setelah kegembiraan a tas peristiwa pembaptisan itu, tepatnya pada 16 Januari 2015, iman Suster-Suster ALMA kembali diuji melalui peristiwa kecelakaan motor yang dialami Sr. Rinche. Ia menabrak anjing saat menuju SDN Napu untuk mengajar, sehingga tangan kiri mengalamai disposisi siku dan harus direposisi di rumah sakit Batulicin. Peristiwa ini membuat pelayanan kembali surut karena tenaga pastoral tidak ada. Sr. Ance harus menjaga Sr. Evi yang dirawat di Rumah Sakit di Banjarmasin dan Sr. Katrin ke Sumba. Saat itu juga terjadi kebakaran Panti Asuhan Bhakti Luhur Banjarmasin yang dikelola Suster-Suster ALMA sehingga umat yang tadinya mulai pulih dari ketakutan dan trauma dengan kematian Anastasia, kini harus menghadapi lagi sebuah kesulitan untuk mengembangkan imannya.
Namun di balik semua kejadian itu, muncul harapan akan berkat penyertaan Tuhan. Dengan ketekunan dalam karya misi serta doa dan dukungan dari berbagai pihak, pelan-pelan umat Allah semakin sadar dan mulai kembali bersemangat dalam hidup menggereja. Mereka semakin bersatu, sehati, dan tekun dalam kerjasama baik gotong royong untuk gereja maupun kerja kelompok pertanian, sehingga melalui keteladanan itu, jumlah umat Allah semakin bertambah. (arsip Suster-Suster ALMA)