Jadilah Pastor yang Merangkul Umat
Kesan Sr. Katharina Suharti, ALMA terhadap RD. Yohanes Tjuandi
Suster Katharina Suharti, ALMA atau yang akrab disapa Sr Harti mengenal Diakon Yohanes Tjuandi cukup dekat. Mereka berjumpa dan bekerja sama sejak Johan, panggilan akrab Yohanes Tjuandi pertama kali tiba di Kalimantan Selatan dan menjadi Rasul Awam di Paroki St. Vincentius a Paulo, Batulicin pada 2017-2018. Perjumpaan dan kerja sama di antara keduanya berlanjut ketika Johan menjalani masa Diakonat di Stasi Maria Manikam Damai, Mandam sejak 26 Januari 2021.
Tim penulis Buku Kenangan menjumpai Sr Harti di Susteran ALMA, Mandam, Sabtu (12/6/2021). Lewat Sr Harti, kita diajak untuk mengenal Diakon Johan secara lebih dekat serta meresapi pesan dan harapan beliau. Berikut petikan wawancara kami dengan Sr Harti, yang berakhir ketika sudah lewat pukul 22.00 Wita.
Sejauh mana Suster mengenal Diakon Johan?
Saya mengenal Diakon Johan sejak pertama kali beliau datang ke Batulicin untuk tugas pembinaan pastoral, khususnya di Paroki St. Vincentius a Paulo, Batulicin. Waktu itu, saya tinggal di Mandam dan turut membantu tugas pastoral di Batulicin dan sekitarnya.
Sejauh saya mengenal beliau, orangnya memang baik dalam menjalankan tugas pastoral di lingkungan paroki maupun dalam menjalankan tugas sehari-hari. Orangnya berkomitmen dan bertanggung jawab. Ketika beliau mendapat tugas lebih dari satu, semua bisa dikerjakan dengan benar. Selain itu, orangnya juga kreatif, terutama dengan anak-anak muda atau OMK (Orang Muda Katolik).
Kenapa dibilang kreatif?
Beliau selalu punya program kegiatan dan selalu ada ide baru. Dia mesti menjalankan itu bersama dengan OMK, pastor paroki, dan pastor rekan. Orangnya fleksibel, enak diajak bekerja sama. Selama saya di Batulicin bersama beliau, saya ikut senang dan mendukung karena bisa bekerja sama dengan enak dan cepat. Orangnya juga ringan tangan, mudah bersosialisasi dengan umat, lingkungan, OMK, Sekami (Serikat Kepausan Anak Remaja Misioner), para suster, dan siapa saja.
Bagaimana kesan terhadap Diakon?
Menyenangkan. Saya masih sempat bertemu ketika beliau melanjutkan studi ke Malang, Jawa Timur. Kebetulan waktu itu, saya mengikuti kegiatan pembinaan dan penyegaran misionaris di STFT Widya Sasana selama satu bulan. Di situ, kami hampir berjumpa setiap hari. Kalau bertemu pasti selalu menyapa.
Kami bertemu kembali ketika beliau sedang menyusun tesis tentang Pemberdayaan Dayak Meratus. Beliau sempat datang ke Stasi Napu untuk mengumpulkan bahan tesisnya. Setelah selesai studi dan ditahbiskan menjadi Diakon ternyata beliau ditugaskan di Mandam. Tentu saja, kami merasa senang.
Seperti apa kebersamaan dengan Diakon di Mandam?
Selama di Mandam, kami merasa sebagai satu keluarga. Keluarga pastoran ya keluarga dan komunitas kami (susteran). Sebaliknya, komunitas kami ya komunitas pastoran juga. Kalau ada apa-apa, selalu dikomunikasikan, terutama menyangkut hidup rohani.
Untuk program kegiatan pastoral juga dikerjakan bersama-sama. Kami punya program seperti pembinaan OMK, Sekami, pastoral, kunjungan stasi, ibadat sabda, pembinaan katekumen, komuni pertama, dan kursus persiapan perkawinan. Programnya cukup banyak, tetapi tenaga pastoralnya yang masih kurang.
Diakon Johan selama ini juga lebih banyak berpastoral ke stasi-stasi supaya program yang diharapkan keuskupan bisa tercapai. Orangnya diam dan tidak pernah mengeluh. Ya, memang begitulah tugas calon pastor. Kalau mengeluh ya salah. Jadi pastor atau suster memang harus siap menderita dan memikul salib Yesus. Kalau tidak mau, ya jangan ikut. Itu konsekuensinya.
Pesan dan harapan untuk Diakon Johan?
Saya merasa sangat senang karena Diakon Johan akan ditahbiskan menjadi imam pada 18 Agustus 2021. Ini harus kita dukung karena mencari panggilan pastor itu susah. Jadi kalau ada orang muda yang bersemangat dan bersimpati untuk hidup menjadi seorang imam, ya harus didukung.
Kalau sudah menjadi pastor (misionaris) nanti juga harus siap ditempatkan di mana saja. Harus bisa menjadi pastor yang merangkul umat dan semua masyarakat, terutama yang masih belum Katolik. Seperti di Mandam, kebanyakan anaknya sudah Katolik, tetapi orang tuanya belum Katolik. Pastor harus bisa mendekati para orang tua itu supaya mereka juga pelan-pelan mengikuti Yesus seperti anaknya.
Pastor Johan juga diharapkan bisa menjadi garam dan terang dunia, serta menjadi panutan. Kalau pastornya bisa jadi panutan, iman umat di daerah misi pasti akan berkembang. Dengan menjadi imam yang kompeten dan sesuai harapan Gereja juga akan membuat subur panggilan menjadi Imam Projo Banjarmasin. Semoga saja semakin banyak yang mengikuti jejak beliau. Percayalah Tuhan Allah sendiri yang memanggil dan memilih untuk menjadi pekerja di kebun anggur Tuhan. (JY)