Masa Prapaskah 2022, Tahun C : Menyambut Paskah Tuhan
Kepada yang terkasih, Umat Beriman Kristiani, anak-anak, remaja, orang muda, ibu dan bapa, saudari-saudara, suster, frater, bruder, rekan-rekan imam yang diberkati Tuhan. Damai bagimu.
- Liturgi dalam 5 minggu pertama masa Prapaskah yang sedang kita jalani ini membeberkan kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama sebagai bacaan pertama dan Mazmur Tanggapan. Bacaan-bacaan itu menampilkan wajah Allah Israel dan kelak Yesuslah ternyata utusan Allah atau Mesias itu. Kutipan-kutipan itu mengingatkan kita, umat Allah zaman now, bahwa Allah itu adalah sekaligus Allah yang tampil dalam sejarah umat manusia dan Allah Pencipta; Allah yang menawarkan janji-janji kepada Abraham sekaligus Allah yang mematok perjanjian (di Gunung Sinai) dan memenuhi janji-Nya. Dialah Allah Pembebas sekaligus Allah yang bersifat keibuan yang “berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah” (Bil 14:18); Dia adalah Allah yang mendorong manusia untuk bertindak, Dialah yang membangkitkan dan merawat kepercayaan manusia kepada diri-Nya.
Sementara itu, surat-surat Paulus sebagai bacaan kedua mengingatkan kita akan dasar-dasar iman kristiani: iman akan Kristus yang bangkit, tanggung jawab terhadap saudari-saudara, kaitan antara salib dan kebangkitan yang berpolakan kebangkitan Kristus.
Kita diajak untuk memahami bagaimana cara menyambut penebusan yang Allah tawarkan kepada kita, dan bagaimana membuka hati terhadap masa depan yang baru. Singkat kata, kita didorong untuk hidup dalam iman, pengharapan dan kasih.
- Melalui Injil Lukas dan Yohanes yang dibacakan untuk kita dengarkan, kita berjumpa dengan Yesus dari Nazaret. Kita diperkenalkan pula pada persoalan-persoalan yang dihadapi jemaat-jemaat kristiani pada awal mula. Langkah demi langkah bacaan-bacaan itu memperkenalkan kepada kita, Yesus sebagai Israel baru. Sejak awal pelayanan-Nya Ia setia kepada tugas perutusan yang dipercayakan Roh Kudus kepada-Nya melalui kisah pencobaan di padang gurun yang dibacakan pada hari Minggu pertama Prapaskah. Kemudian dalam kisah yang dibacakan pada hari Minggu Prapaskah kedua tentang transfigurasi, penampakan mulia Yesus di atas gunung, Yesus ditampilkan sebagai Anak pilihan Allah yang ditentukan untuk kelak mengambil bagian dalam kemuliaan Allah (Luk 9:35). Pada hari minggu ketiga melalui berita tentang kemalangan yang menimpa sejumlah peziarah dari Galilea dan kematian 18 warga di Yerusalem karena ditimpa reruntuhan menara Siloam, disusul dengan perumpamaan tentang pohon ara yang tidak menghasilkan buah, Yesus ditampilkan sebagai Jurubicara Allah (Luk 13:1-9). Yesus mengajak para pendengar-Nya untuk menyimak dalam setiap peristiwa kehidupan panggilan untuk bertobat dengan berpaling kepada Allah Maha Pengasih. Pada hari minggu keempat Prapaskah, Yesus digambarkan sebagai Utusan Allah “penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya” (Mzm 103:8).
Melalui perumpamaan tentang Bapa yang baik hati dan dua putera-Nya dalam Luk 15: 1-32 Yesus mengajak kita untuk merubah cara pandang terhadap barang benda dan orang-orang di sekitar kita. Kita diundang untuk mengalami betapa kasih Allah itu tanpa batas bagaikan samudera tanpa tepi.
Pada hari minggu kelima melalui kutipan dari Injil Yoh 8;1-11 tentang perempuan yang dianggap berzinah, kita menyaksikan Yesus bertindak sebagai Ahli Hukum. Hukum yang baru, yakni hidup Yesus sendiri, dimaksudkan untuk memberikan kepada manusia, perempuan dan laki-laki, kehidupan dan pembebasan.
- Liturgi masa Prapaskah dimaksudkan bukan pertama-tama untuk menjejali kita dengan berbagai hukum dan peraturan misalnya tentang pantang dan puasa. Bukan pula untuk mendesakkan kepada kita berbagai kewajiban dan larangan menyangkut moral, tentang mana yang baik dan wajib dilaksanakan dan mana yang jahat yang wajib ditinggalkan dan dihindari. Juga bukan untuk membanjiri umat dengan perintah untuk menjalankan berbagai olah kesalehan seperti jalan salib, adorasi di depan Sakramen Mahakudus, puasa Senin-Kamis dan hari Jumat dan lainnya. Semuanya itu memang baik dan tetap dianjurkan juga oleh Gereja untuk dilaksanakan dengan setia bukan untuk diabaikan atau ditinggalkan.
Liturgi masa Prapaskah terutama sekali bertujuan untuk membukakan umat beriman cara pandang yang jauh lebih luas jangkauan dan dampaknya. Apa yang pertama-tama diharapkan dari umat ialah perubahan cara berpikir dan cara memahami Allah dan sesama. Cara berpikir, berperasaan, bersikap, bertutur dan bertindak seorang pengikut Yesus didasarkan bukan pada suatu ideologi, teori atau ajaran apa pun. Sumber hidup seorang beriman kristiani adalah cara hidup Yesus orang Nazaret itu. Cuplikan dan garis-garis besar hidup-Nya itu dibeberkan kepada umat selama masa Prapaskah setiap tahunnya. Pertobatan seorang kristiani dari pola hidup lama ke arah hidup baru yang lebih baik dan semakin sempurna didasarkan pada dan diinspirasikan serta didorong oleh cara pandang tentang hidup Yesus selama pelayanan-Nya di bumi ini (kristologi). Dalam Yesus itu Allah yang esa dan mulia menyatakan diri kepada menusia sebagai Allah yang tetap peduli dan selalu berbelaskasih kepada manusia (teologi).
- Kita ambil misalnya Injil Luk. 13:1-9, bacaan pada Hari Minggu ketiga Prapaskah sebagai contoh.
Sampai saat ini pun masih banyak orang beranggapan seperti teman-teman Ayub (misalnya Ayub 4:7) bahwa orang yang bernasib malang dosanya pasti besar dan banyak sedemikan sehingga ia dihukum Allah. Yesus menolak anggapan semacam itu. Sebaliknya Ia mengajarkan bahwa dari berita musibah yang menimpa orang lain, setiap orang harus menarik pelajaran bagi dirinya sendiri. Jangan berspekulasi tentang musibah atau kesalahan orang lain. Hendaknya orang menyadari dosa, kesalahan dan kekurangannya sendiri dan musibah yang (mungkin) akan menimpa dirinya. Yesus menolak pandangan bahwa ada hubungan yang niscaya antara dosa dan malapetaka dalam hidup seseorang (Yoh 9:2).
Yesus malahan menegaskan sesuatu yang lebih mendasar. Berita tentang musibah yang menimpa orang Galilea dan 18 orang yang meninggal ditimpa menara Siloam di Yerusalem (Luk 13: 2-5) menyimbolkan kematian dan pengadilan yang menanti semua orang. Kematian orang yang tidak mau bertobat mengakibatkan kematian kekal. Menurut Yesus, bila seseorang mendengar berita tentang musibah yang dialami orang lain hendaknya ia mengingat kesalahan dan dosanya sendiri, menyesalinya dan kemudian mengubah tingkah lakunya dan bertobat. Dengan demikian dia akan luput dari kebinasaan kekal.
Perumpamaan yang disampaikan Yesus tentang pohon ara yang belum berbuah diceriterakan menyusul berita tentang musibah (Luk 13:6-9). Perumpamaan itu menegaskan bahwa Allah selalu sabar menunggu saatnya manusia menghasilkan buah-buah pertobatan. Kalau pun pada mulanya manusia tidak menanggapi tawaran Allah itu, Allah tetap sabar dan menempuh cara baru untuk mempertobatkan manusia melalui Yesus. Kesabaran Allah yang berbelas kasih itu ditujukan agar manusia mau bertobat. Buah-buah pertobatan itu (“buah ara”) berwujud tindakan keadilan dan berbelaskasih. Sekiranya manusia belum juga tergugah dan tergerak hatinya untuk bertobat di hadapan tindakan kasih dan kesabaran Allah itu (“memberi pupuk” Luk 13:8) maka berlakulah sabda Yesus yang keras “tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Luk 13:3.5). Dan itulah akhir hidup manusia yang paling malang dan mengerikan.
Selamat menjalani masa Prapaskah tahun 2022, Tahun Gereja Inklusif.
Mari kita berpaling dari suasana dosa yang sifatnya “ego-sistem”, gaya hidup yang berpusat dan mengarah kepada diri sendiri kepada “eco-sistem” gaya hidup yang menempatkan diri sendiri sebagai bagian dari semesta alam dan bersama-sama dengan sesama ciptaan berjalan menuju kesempurnaan dan kekudusan Allah seraya berbuat baik dan beramal kasih.
“Haruslah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat 5:48). Semoga Allah yang “panjang sabar dan besar belas kasih-Nya” menyertai Anda sekalian. Allah adalah kasih. Deus Caritas Est.
Banjarmasin, 25 Maret 2022,
Pada Pesta Maria Menerima Kabar Gembira.
† Petrus Boddeng Timang
Uskup Keuskupan Banjarmasin