Menengok Gereja Katedral 90 Tahun yang Lalu
Pada bulan Juni 1907, tiga misionaris Kapusin membuka stasi di Laham, Kalimantan Timur sebagai stasi ketiga bagi Prefektur Apostolik Pontianak sesudah stasi Singkawang dan stasi Sejiram. Ketiga misionaris tersebut adalah Pastor Libertus Cluts OFMCap, Pastor Camillus Buil OFMCap dan Bruder Ivo OFMCap. Kedatangan para misionaris tidak disambut dengan penyambutan yang meriah tetapi justru diterima sebagai orang asing. Meskipun masyarakat di kampung Laham membantu para misionaris dengan membangun pastoran yang sederhana dan kapel yang kecil, tetapi tidak ada satu orang Dayak pun yang menyatakan ingin menjadi Kristen. Mereka menghargai para misionaris sebagai orang yang ramah dan selalu siap sedia untuk membantu dengan obat atau garam.
Enam tahun sesudah para misionaris tiba di Laham, tepatnya pada tanggal 6 Januari 1913 barulah 4 orang anak laki-laki minta dibaptis. Sementara itu, pemberkatan perkawinan Katolik baru dimulai pada tahun 1924. Rupanya air permandian tidak mengalir sederas aliran air di riam-riam yang dilalui oleh para misionaris dalam turnenya.
Setelah karya misi di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan diambil alih oleh kongregasi MSF dari ordo Kapusin, tiga misionaris MSF yang pertama, Pater Fr.Groot, Pater J.v.d Linden dan Bruder Egidius Stoffels tiba di Laham (pedalaman Kalimantan Timur) pada 27 Februari 1926. Mereka meneruskan karya-karya yang telah dirintis para misionaris Kapusin. Secara teratur mereka melakukan turne ke ulu riam-riam Sungai Mahakam dua kali setahun. Mereka juga mengunjungi umat Katolik yang ada di kota-kota pantai Kaltim, Kalsel serta beberapa stasi di pedalaman Kalsel, bahkan sampai ke Purukcahu (Kalteng) yang terletak 500km dari Banjarmasin. Sayang sekali, air permandian yang mengalir tetap tak sebanding dengan kerja keras dan ketulusan para misionaris yang berkarya tanpa kenal lelah. Dewan Jenderal MSF sempat memikirkan penutupan misi di pedalaman Kalimantan, namun berkat nasihat dan dukungan para misionaris yang berpengalaman di tempat lain, akhirnya karya misi di Kalimantan diteruskan.
“Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan” (1 Kor 3:6). Apa yang telah dirintis dan ditanam oleh para misionaris, tidak pernah menjadi sia-sia karena Allah sendiri yang memberi pertumbuhan yang indah pada waktunya
Sesudah tahun 1926, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun seorang pastor yang tinggal di Laham mengadakan turne ke Banjarmasin.
Pada tahun 1929 P. Kouwenhouven MSF (Prokurator Misi) mengunjungi Banjarmasin dan berjanji untuk menempatkan seorang imam MSF bagi kelompok kecil orang Katolik di Banjarmasin. Maka pada 30 Desember 1929, sebuah rumah di Boomstraat 4 (sekarang Lambung Mangkurat 4) dibeli dengan harga Fl. 15.000. Rumah itu kemudian disewa oleh satu keluarga.
Pada bulan Februari 1931 Wakil Vikaris Apostolik Pontianak mengunjungi Banjarmasin dan membicarakan beberapa hal, termasuk menyetujui renovasi rumah yang sudah dibeli di Boomstraat 4. Tanggal 5 Mei 1931, P. Pierre Vossen, MSF yang sudah berada di Banjarmasin sejak Bulan Oktober 1930, dilantik menjadi pemimpin stasi Banjarmasin. Kurang lebih sebulan kemudian, tepatnya tanggal 28 Juni 1931, bagian kiri dari rumah di Boomstraat yang sudah direnovasi diberkati sebagai gereja oleh Pater Pierre Vossen MSF. Tanggal itu dianggap sebagai tanggal pendirian Paroki Keluarga Kudus Katedral. (smr – dari berbagai sumber)