Menimba Semangat Seorang Misionaris Cilik
Gereja pertama yang dibangun oleh umat perdana di Muara Napu diberi nama Santa Anastasia. Mengapa diberi nama demikian? Ada kisah mengharukan di balik pemberian nama ini yang mengajak kita semua untuk mengenang dan menimba semangat seorang anak yang terlibat dalam berpastoral hingga akhir hayat.
Nama Anastasia untuk gereja di Muara Napu ini diberikan untuk mengenang semangat seorang anak dari Mandam yang bernama Anastasia Mesin. Ia meninggal akibat kecelakaan ketika ikut kunjungan pastoral ke Muara Napu pada 2 November 2014.
Setelah Misa peringatan arwah orang beriman di Stasi Mandam, beberapa umat dan Suster-Suster ALMA bermaksud mengadakan pelayanan ibadat di Muara Napu. Anastasia dan beberapa temannya tiba-tiba ingin ikut dalam pelayanan di Muara Napu. Rupanya Tuhan mempunyai rencana lain dalam perjalanan misi dan pelayanan tersebut. Anastasia mengalami kecelakaan sepeda motor, tertabrak truk dan meninggal di tempat kejadian.
Anastasia Mesin: Rasul Cilik Pembawa Kabar Baik
Anastasia Mesin adalah puteri pertama dari pasangan Yohanes Rusdiansyah dan Maria Goreti Indus. Kelahirannya menumbuhkan harapan besar bagi keluarga, karena ia satu-satunya anak putri yang lahir dari seluruh keluarga besar. Anastasia dikenal sebagai anak yang baik, sabar, penyayang, setia mendampingi adik-adik dalam kegiatan Sekami.
Anastasia tertarik menjadi Katolik ketika Suster-Suster ALMA mulai berkarya di Stasi Mandam. Setelah menjalani pembinaan sebagai katekumen bersama kawan-kawannya, Anastasia dibaptis pada Malam Natal 2012. Setelah Anastasia dibaptis, ia menjadi rasul cilik yang membawa Kabar Baik kepada kedua orangtuanya hingga kedua orangtuanya menjadi pengikut Kristus dalam Gereja Katolik. Akhirnya pada Malam Paskah 2013, kedua orangtuanya dibaptis oleh RP. Stanislaus Eylannor Beda, CM.
Ayahnya, Yohanes, selalu mendukung anaknya untuk mengikuti berbagai kegiatan rohani baik di stasi Mandam, Muara Napu, Batulicin maupun Kotabaru. Anastasia mendampingi adik-adik minggu gembira di stasi dan membawakan tarian setiap kali ada perayaan besar seperti Natal, Paskah dan ulang tahun Paroki Batulicin.
Sementara itu, Yohanes Rusdiansyah mempunyai cita-cita sekaligus membuka jalan supaya Gereja Katolik dikenal oleh banyak orang, terutama masyarakat Muara Napu yang waktu itu daerahnya boleh dikatakan masih tergolong desa terisolir.
Harapan ini dapat terwujud. Beberapa masyarakat Muara Napu memberi diri dibaptis dan bergabung dalam Gereja Katolik. (arsip PDM-KEBAN)