Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya imanmu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu ” (Luk 21:36)

 

Mgr. Petrus Boddeng Timang

Umat beriman terkasih,

Anak-anak, Para Remaja, Kaum Muda, Ibu-Bapak, Saudari-Saudara, Suster, Bruder, Frater, Rekan-rekan imam yang diberkati Tuhan. Salam sehat, damai sejahtera menyertai Anda sekalian.

  1. Pada hari Minggu tanggal 21 November 2021 lalu, Gereja semesta merayakan Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Dengan perayaan itu Gereja menutup tahun liturgi B, dan pada tanggal 28 November 2021, Hari Minggu Pertama Adven, memasuki tahun baru liturgi tahun C. Bapa Paus Fransiskus menetapkan pula Hari Minggu Terakhir dalam tahun liturgi itu sebagai Hari Orang Muda Sedunia (HOMS). Pada tahun 2021, Gereja merayakan HOMS yang ke-36. Pada tahun-tahun sebelumnya Hari Orang Muda Sedunia itu dirayakan pada Hari Minggu Palma. Pada waktu itu kita mengenal Hari Orang Muda Sedunia, World Youth Day (WYD) yang diselenggarakan sekali dalam tiga tahun. Perwakilan yang sangat terbatas dari negara-negara sedunia berkumpul di suatu negara. Menyusul pertemuan orang muda satu benua, Hari Orang Muda se-Asia, Asian Youth Day (AYD). Kemudian Hari Orang Muda Indonesia, Indonesian Youth Day (IYD) dan selanjutnya sampai ke tingkat Keuskupan, dekanat dan paroki-paroki.

Acara pokok pada pertemuan-pertemuan itu adalah kegiatan-kegiatan yang melibatkan kelompok sangat terbatas orang muda yang mewakili semua orang muda di tempat asalnya. Mereka memiliki akses, dana dan waktu untuk itu.  Paus Fransiskus menghendaki agar setiap umat beriman katolik yang tergolong orang muda secara serempak diikutsertakan dalam PERISTIWA IMAN yang dirayakan pada HOMS itu. Peristiwa itu diselenggarakan setahun sekali dan kegiatannya berlangsung terus sepanjang tahun. Semua orang muda adalah pelaku utama dan subjek dalam merayakan imannya itu melalui berbagai kegiatan dan keterlibatan. Dalam perjumpaan-perjumpaan kelompok entah dalam lingkup kecil atau skala lebih besar, orang muda berjalan bersama saling mendengarkan harapan, kerinduan, cita-cita, rencana, kesulitan dan kekecewaan mereka (bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Gaudium et Spes, No. 1). Namun yang khas bagi orang muda katolik adalah panggilan mereka sebagai murid Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Kristus mencintai mereka, memilih dan memanggil mereka sebagai sahabat-sahabat yang dikasihi-Nya. “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari BapaKu” (Yoh 15:15).

Bukan saja mengasihi dan memilih orang muda katolik, Yesus Raja Semesta Alam itu mempercayakan tugas luhur dan mulia kepada mereka. Kristus yang telah bangkit telah mengubah Saulus seorang muda Yahudi, cerdas, terpelajar, dengan semangat berkobar-kobar membela secara fanatik agama Taurat yang dianutnya. Orang –orang kristiani yang dianggapnya bidaah, dikejar-kejar dan dianiaya olehnya. Sementara menjalankan tugas mulia itu, dia dijumpai oleh Yesus di tengah jalan dan “ditangkap” oleh-Nya (Kis 9: 1-19a; 22:3-16; 26:8-18). Sentuhan Yesus bukan saja menyembuhkannya dari “penyakitnya” mengejar-ngejar dan menganiaya murid-murid Yesus. Yesus meluruskan semangat keagamaannya yang berkobar-kobar, memulihkan semangatnya dan melantiknya sebagai utusan-Nya untuk menjadi pewarta Injil keselamatan. Yesus memerintahkan “Saulus” yang berubah nama menjadi “Paulus”, “Bangun dan berdirilah! Aku menetapkan engkau menjadi saksi tentang segala sesuatu yang engkau lihat” (Kis 26:16).

Baca Juga:  Masa Prapaskah 2022, Tahun C : Menyambut Paskah Tuhan

Perintah itu diangkat Paus Fransiskus sebagai Tema Perayaan HOMS ke-36 tahun 2021. Dengan perintah itu orang muda katolik bukan hanya peserta pasip atau pemeran pinggiran dalam Gereja Katolik melainkan pemain utama, harapan, jaminan masa depan Gereja! Mereka dicintai dan mencintai Yesus, dibanggakan dan diandalkan oleh Yesus. Dengan demikian mereka dicintai dan mencintai pula Gereja yang didirikan oleh Yesus sebagai awal Kerajaan Allah di bumi ini. Tidak mungkin orang muda katolik menyatakan Yes, kepada Yesus tetapi No kepada Gereja. Sebagai anggota Gereja dan bersama dengan semua warga Gereja lainnya mereka bergandengan tangan, berjalan bersama untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran Injili (Yoh 18:37). Kebenaran itu menurut Paus Fransiskus adalah antara lain cinta dan kepedulian terhadap keutuhan ciptaan, persaudaraan dan hidup bersama dengan semua orang, kasih, keadilan sosial kepedulian terhadap sesama yang miskin, menderita dan terpinggirkan, pembelaan tehadap hak-hak asasi manusia (hak kehidupan yang layak, kesehatan, pendidikan dan lainnya). Sementara itu di bumi yang dihuni orang muda katolik bersama orang lain diketemukan terlalu banyak sampah (bdk. Flp 3:8) dalam kehidupan bersama. Segala bentuk Antitesis Kerajaan Allah dalam masyarakat itu perlu dibasmi dan disingkirkan, berita bohong, fake news, ujaran kebencian, beragam ideologi penghancur yang mewujud dalam perilaku dan perihidup  egoistik, egosentrik, konsumtip tanpa peduli akan sesama dan alam sekitar.

  1. Bulan November baik dalam konteks Liturgi Gereja Katolik, maupun dalam konteks nasional berbangsa dan bernegara sarat makna dan pesan. Pada tanggal 1 November Gereja merayakan semua Orang Kudus. Semua orang kristiani dipanggil untuk menggapai kekudusan Injili menjadi “sempurna seperti Bapa yang di surga sempurna adanya” (Mat 5:48). Panggilan itu diakui sebagai inti panggilan hidup kristiani yang tercantum dalam syahadat iman rasuli “Aku percaya akan persekutuan para kudus”. Dengan perayaan itu Gereja mengungkapkan imannya bahwa seluruh Gereja, setiap warganya, dipanggil untuk ambil bagian dalam kemuliaan abadi anak-anak Allah (Rom 8:21). Pada tanggal 1 November Gereja merayakan anggota-anggotanya yang sudah dipandang layak menjadi warga “Gereja yang jaya bersama Kristus yang mulia di antara orang-orang kudus-Nya” (2 Tes 1:10).

“Pengenangan Arwah Semua Orang Beriman” yang dirayakan pada tanggal 2 November menunjukkan sisi lain dari iman akan “Pesekutuan Para Kudus” itu. Gereja mengenangkan dan mendoakan dengan penuh kasih saudara-saudara yang sudah meninggal. Pada saat meninggalnya mereka masih menyisakan hukuman dosa yang belum dituntaskan selama hidupnya. Merekalah “orang kudus” anggota Gereja yang masih menderita karena sedang menantikan “pengangkatan sebagai anak yaitu pembebasan tubuh” (Rom 8:23). Sebagai anggota “Persekutuan Para Kudus Allah” umat yang masih hidup di bumi ini, Gereja berziarah atau berjuang memikul kewajiban untuk mendoakan saudara-saudara yang menantikan kerahiman Allah untuk pembebasan yang definitip itu.

Dalam konteks berbangsa dan bernegara tanggal 10 November adalah Hari Pahlawan. Tiga bulan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 meletuslah di Surabaya konflik bersenjata antara pemuda-pemuda Indonesia di bawah pimpinan Bung Tomo melawan tentara pemerintah Belanda (NICA). Mereka tiba di Indonesia dengan membonceng tentara sekutu yang diutus melucuti persenjataan tentara pendudukan Jepang yang sudah kalah perang melawan pasukan sekutu. Pertempuran berlangsung secara sangat sengit selama berhari-hari sejak 10 November 1945. Walau tidak seimbang dari segi peralatan perang, pertempuran dimenangkan oleh pejuang-pejuang Indonesia. Tentara Belanda dipukul mundur dari Surabaya. Peristiwa heroik itu kemudian ditetapkan Pemerintah Indonesia sebagai Hari Pahlawan. Mereka yang gugur di medan pertempuran baik di Surabaya maupun di tempat-tempat lain diseluruh Indonesia untuk mempertahankan kemerdakaan disebut Pahlawan Nasional. Demikian juga tokoh-tokoh pada masa penjajahan zaman VOC maupun kemudian oleh Pemerintah Belanda pun pula yang berjasa bagi negara dan bangsa yang pasca kemerdekaan digelari Pahlawan Nasional. Bahkan muncul istilah pahlawan bulutangkis, pahlawan kemanusiaan dan banyak lagi jenis “pahlawan” lainnya.

Baca Juga:  Berserah Diri Pada Tuhan

Muncul pertanyaan siapa yang disebut pahlawan, apa patokan menentukan seorang disebut “pahlawan” baik sesudah wafat maupun selama masih hidup di bumi ini? Dalam, konteks berbangsa dan bernegara ada pahlawan kemerdekaan, pahlawan revolusi dan pahlawan-pahlawan lainnya. Dari sudut pandang iman adakah juga pahlawan iman? Dari segi asal-usul kata, secara etimologis, pahlawan berasal dari kata Sansekerta phala-wan, artinya orang yang dari dirinya menghasilkan phala, buah yang berkualitas bagi bangsa, negara atau agama. Pahlawan adalah seseorang yang menonjol keberanian dan pengorbanannya dalam membela suatu nilai, misalnya kemerdekaan, kebenaran, keadilan atau lainnya. Dia seorang pejuang yang gagah berani dalam memberikan diri, termasuk mengorbankan hidupnya sendiri demi perjuangannya itu. Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Tentang Gereja, Lumen Gentium No. 40 menegaskan bahwa kepada semua murid-Nya, Yesus mengutus Roh Kudus untuk “menggerakkan mereka dari dalam supaya mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi dan dengan segenap tenaga mereka (bdk. Mrk 12:30), dan saling mencinta seperti Kristus telah mencintai mereka (bdk Yoh 13: 34; 15:12)”. Mengamalkan cinta seluhur itu bukan berdasarkan perbuatan murid-murid Yesus melainkan berdasarkan rencana dan rahmat-Nya. Dengan lain kata kepahlawanan iman bukanlah hasil usaha manusia melainkan karya Tuhan Yesus dalam kuasa Roh-Nya. Murid-murid Yesus mampu dan berani dalam hidupnya mengenakan sikap belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah lembutan dan kesabaran (bdk. Kol 3:12). Mereka menghasilkan buah-buah Roh yang membawa kepada kesucian (bdk. Gal 5: 22; Rm 6: 22). Semuanya karena belaskasihan Allah, karena Kristus sendiri hidup dan bekerja dalam diri mereka “Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di aku” (Gal 2: 20). Kepahlawanan Kristiani, juga dalam ranah publik, bukan pertama-tama hasil usaha manusia melainkan karya Tuhan.

  1. Pada tanggal 10 Oktober 2021 lalu Paus Fransiskus sudah membuka secara resmi Sinode Para Uskup yang akan berpuncak pada Oktober 2023 dengan tema, “Menuju Gereja Sinodal: Persekutuan, Partisipasi dan Misi”. Bapa Suci Fransiskus menghendaki Sinode melibatkan bukan hanya (perwakilan) para uskup dari berbagai negara dan benua. Sejak awal persiapan dan pelaksanaan Sinode merupakan hasil pertemuan dari seluruh umat beriman, imam, biarawan/ti anggota hidup bakti, kaum awam terutama orang muda katolik dan teristimewa mereka yang selama ini kurang terdengar suaranya dalam Gereja dan masyarakat, mereka yang terpinggirkan atau terlupakan. Pada hari Minggu tanggal 17 Oktober 2021, Keuskupan Banjarmasin telah membuka secara resmi Sinode itu dengan perayaan Ekaristi di Gereja Keluarga Kudus Katedral Banjarmasin. Saya sendiri memimpin perayaan itu.

Sesudah itu dibentuklah Tim Sinodal Keuskupan Banjarmasin yang mengajak seluruh umat melalui berbagai pertemuan zoom untuk mulai masuk ke dalam tema Sinode, langkah-langkah yang akan ditempuh, bahan pertemuan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan  Sinode pada tingkat Keuskupan. Tim Sinodal sudah menerbitkan buku kecil, “Pertemuan Pra-Sinodal Keuskupan Banjarmasin (Pendalaman Iman Masa Adven 2021)berjudul “Panggilan untuk Berjalan Bersama Menuju Gereja Sinodal: Persekutuan – Partisipasi – Misi” demi untuk mewujudkan dan melancarkan pertemuan-pertemuan umat pada tingkat paling bawah: komunitas, stasi, kelompok-kelompok kategorial. Harapan saya pertemuan-pertemuan itu menghasilkan bukan hanya dokumen yang dilaporkan kepada Tim Sinodal Keuskupan untuk selanjutnya diserahkan ke sekretariat KWI yang pada gilirannya mengirimkannya kepada Tim Sinodal di Vatikan. Hasil yang lebih penting dari itu ialah proses berjalan bersama semua umat dalam bimbingan Roh Kudus itu mengungkapkan dan menumbuhkan mimpi-mimpi bersama, memaklumkan nubuat dan membangun visi bersama. “Berjalan bersama” Kristus yang hadir dalam Roh-Nya dan dengan bersama sesama umat itu hendaknya meneguhkan iman akan Kristus karena kita sendiri satu sama lain saling mempercayai, saling membalut luka dan menjalin kerjasama yang semakin erat. Kebersamaan itu mencerahkan pikiran, menghangatkan hati dan menguatkan kaki untuk melangkah ke depan serta mengencangkan tangan untuk bertindak. Semuanya itu demi untuk mewujudkan visi Keuskupan sesuai dengan Arah Dasar “memancarkan kasih Allah di Bumi Kalimantan Selatan”. Tentu itu tidak mudah karena menghidupi suatu idealisme selalu lebih sulit dari pada mati karenanya.

Baca Juga:  Pesan Natal PGI-KWI 2021

Menjelang berakhirnya tahun 2021, Tahun Gereja Berdialog, memasuki tahun 2022, Tahun Gereja Inklusif , negara kita seperti juga banyak negara di dunia masih bergumul dengan  penanggulangan wabah virus covid-19. Sementara itu berbagai bencana alam, banjir bandang dan genangan air, tanah longsor, gempa bumi dan berbagai penyakit yang marak pada musim penghujan masih terus mengancam kesehatan dan kenyamanan hidup warga. Sabda Tuhan yang dibacakan pada hari Minggu pertama Adven 2021 menjadi sumber kekuatan dan pegangan hidup kita dalam berpengharapan, “bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatamu sudah dekat” (Luk 21:28). Pengharapan akan penampakan kuasa Allah yang menyelamatkan dalam segala peristiwa yang silih berganti menerpa bumi dan seluruh isinya adalah sumber kekuatan kita, murid-murid Yesus. Hidup kristiani identik dengan hidup dalam dan dari pengharapan. Maka itu kita selalu memohon anugerah Roh Kudus agar dalam segala tantangan kehidupan kita tetap setia, tekun dan tabah dalam pengharapan itu. Kita mohon “Roh Kudus, ubahlah ketakutan kami menjadi kekuatan, ketangguhan dan ketabahan serta bantulah kami menghasilkan buah-buah iman, harapan, amal dan kasih” (Petikan dari Doa Memohon Perlindungan dari Wabah Virus Corona). Selanjutnya marilah kita selalu mendaraskan juga doa berikut: “Roh Kudus, ajarilah kami jalan yang harus kami tempuh dan bagaimana kami harus mengikuti jalan itu. Jangan biarkan kami mendukung kekacauan. Jangan biarkan kebodohan menuntun kami ke jalan yang salah. Jangan pula keberpihakan mempengaruhi tindakan-tindakan kami” (Doa Adsumus Spiritus Sancte, Doa untuk Sinode).

Selamat “berjalan bersama” Kristus dan sesama umat dalam menapaki hari-hari dalam masa Adven 2021. Semoga Bunda Maria, Bunda Penolong Abadi, selalu menyertai Anda dalam segala pergumulan hidup. Dan semoga Santo Yosep, Bapa Pemelihara Yesus, selalu menolong Anda mengenali suara Tuhan dalam mimpi-mimpi yang kita bangun bersama selama berpra-Sinode 2021-2023. Allah adalah Kasih, Deus Caritas Est.

 

 

Banjarmasin Pada Hari Minggu Pertama Adven 2021,

Tanggal 28 November 2021

Petrus Boddeng Timang

Uskup Keuskupan Banjarmasin