Sebuah pertanyaan yang menantang bagi 92 peserta rekoleksi kaum muda Paroki Santo Yosep Suriyan. Br. Willy, MSC secara spesifik membagikan dua pertanyaan berdasarkan pengalaman mereka:

  • Ceritakanlah bagaimana hubunganmu dengan teman-teman atau guru-guru non-Katolik? Apakah pernah mengalami tekanan, pernah mengalami pelecehan (bully) yang berhubungan dengan iman atau agama?
  • Ketika mengalami dibully apa yang kamu lakukan?

Sharing pengalaman dalam diskuisi kelompok

Kelompok-kelompok diskusi yang dibentuk berdasar tingkat jenjang sekolah. Pengelompokan ini menjadikan mereka merasa sepadan dan lebih seru mengungkapkan pendapat serta pengalaman mereka.

Pada sharing jawaban rata-rata yang muncul dari sebagian besar kelompok adalah tidak ada yang memiliki pengalaman dibully atau mendapat tekanan dari guru non Katolik. Sementara sharing tentang pengalaman dibully teman sekolahnya adalah : ketika membuat tanda salib saat berdoa, disebut sebagai penyembah patung/berhala, memiliki tuhan tiga, makan daging babi, stiker Tuhan Yesus dipakai untuk hal yang tidak pantas pada media sosial WA.

Reaksi mereka beragam: rata-rata menyatakan diam saja namun marah di dalam hati, mereka diam dan menganggap biasa saja, ada yang menjawab dengan nada marah , dan ada seorang anak SD memukul teman yang membullynya.

Setelah sharing pengalaman yang dinamis, acara diakhiri dengan kesimpulan hasil sharing oleh Bruder Willy, MSC. Kesimpulan singkatnya adalah penderitaan yang kita terima sebagai kawanan kecil harus mampu memperkuat iman dengan menghayati turut merasakan penderitaan Kristus dalam menebus dosa manusia, tidak mendendam tetap mengasihi. Berikan penjelasan secukupnya bagi mereka yang tidak paham, mendoakan orang-orang yang melecehkan  kita. Tetaplah Katolik ,karena kita lahir sebagai Katolik, menikah secara Katolik, hingga nanti mati tetap sebagai orang Katolik.

Baca Juga:  Perayaan Syukur 90 Tahun Paroki Katedral Banjarmasin