RP. Frumentius Ebu, O.Carm: Kematian itu Indah
Ketika stasi Sebamban 2F Paroki Sungai Danau dimekarkan menjadi Paroki Maria Bunda Karmel, Sebamban Raya pada 1 Januari 2020, RP. Frumentius Ebu, O.Carm atau yang akrab disapa sebagai Romo Mento ditetapkan sebagai pastor paroki di Paroki yang terletak di blok 2F Sebamban, Kalimantan Selatan itu. Sekitar dua tahun, dalam penggembalaan Romo Mento, Paroki Sebamban Raya terus berbenah, baik dari sisi fisik dan umatnya. Untuk mengenal lebih dekat pastor kelahiran 27 Januari 1974 itu, Komsos Keuskupan Banjarmasin dan Komsos Paroki Kelayan berkesempatan mengadakan wawanhati melalui Zoom. Berikut petikannya:
Bisakah Romo ceritakan sedikit perjalanan hidup Romo hingga saat ini?
Saya dibesarkan dalam keluarga besar dengan 9 bersaudara, 2 saudara laki-laki sudah meninggal, tersisa kami 7 bersaudara. Setelah lulus SMP Katolik di Ende, saya melanjutkan pendidikan ke Seminari Menengah St. Yohanes Berkhmans Mataloko, kemudian melanjutkan ke Novisiat Karmel Flores angkatan I di Maumere.
Tahbisan imam saya terima pada 22 Agustus 2003. Setelah ditahbiskan, saya mengikuti kursus desain grafis di Malang selama satu tahun sekaligus menjadi pastor kapelan di Paroki Maria Tak Bernoda Kepanjen Malang. Setelah itu juga melayani di pertapaan Karmel, Tumpang, Malang, selama 6 bulan, kemudian saya diutus oleh Ordo Karmel untuk mengikuti kursus video televisi di SAV Puskat, Kaliurang, Yogayakarta selama 10 bulan.
Dari situ saya ditugaskan menjadi formator Seminari Tinggi Karmel di Maumere selama 5 tahun, kemudian diutus bertugas sebagai Pastor kapelan dan kemudian menjadi Pastor Paroki di Paroki Salib Suci Mauloo, Keuskupan Maumere; sebelum akhirnya ditugaskan menjadi pastor pembantu di Stasi St. Yohanes Pemandi Sebamban 2F, Paroki Sungai Danau, Keuskupan Banjarmasin. Ketika stasi Sebamban dimekarkan menjadi paroki, saya ditunjuk sebagai Pastor Paroki Maria Bunda Karmel Sebamban Raya.
Sejak kapan tertarik menjadi imam?
Ayah saya adalah kepala sekolah dan menjadi ketua stasi selama 8 periode. Ketika pastor-pastor dan suster-suster kunjungan ke stasi, mereka biasanya mampir dan juga sering menginap di rumah. Saya, yang waktu itu masih kecil merasa senang ketika mereka berkunjung karena kami mendapat permen dan diajak naik kuda.
Waktu kecil, saya terpesona ketika melihat Pastor mengangkat hosti dan anggur saat misa. Keinginan untuk bisa seperti para pastor yang memimpin misa, mendorong saya mencuri hosti dan anggur di sakristi dan kemudian saya pakai untuk memperagakan misa bersama teman-teman saya.
Sebenarnya setelah tamat SD, saya sudah inginkan masuk seminari, namun orangtua tidak mengijinkan karena dianggap terlalu kecil. Setelah lulus SMP saya baru diijinkan dan kemudian masuk Seminari Menengah.
Ketika mencuri hosti dan anggur di sakristi, apa reaksi orangtua Romo?
Tidak ada yang tahu kalau saya mencuri hosti hingga saya berhenti sendiri. Memang mereka sempat mempertanyakan kok anggur dan hosti di sakristi berkurang, namun mereka tidak mencari tahu. Waktu tahbisan diakon, saya baru bercerita pada orangtua saya.
Mengapa memilih ordo Karmel?
Awalnya saya ingin memilih SVD karena ada paman saya yang menjadi pastor SVD (Romo Piet Wani, SVD – red). Namun oleh paman saya, saya disuruh memilih kongregasi lain. Waktu itu disarankan masuk OCD. Karena OCD adalah ordo kontemplatif, saya tidak tertarik. Saya ingin bermisi aktif..
Mengapa akhirnya memilih Karmel? Saya jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat jubah yang dipakai pastor-pastor Karmel dalam foto yang saya lihat di perpustakaan. Saya dan 8 teman saya merupakan angkatan pertama Seminari Karmel (novisiat) di Maumere. Waktu itu, seminari novisiat masih dibangun dan belum ada atapnya.
Lalu, bagaimana reaksi Romo dan teman-teman ketika melihat bahwa gedung seminari yang akan Romo tempati belum jadi?
Waktu itu kami stress dan tidak kerasan. Kemudian satu persatu mengajukan pengunduran diri. Namun Romo Magister Novis mengatakan supaya kami bertahan satu bulan lagi dan diminta mengerjakan pembuatan lapangan sepak bola dan volley. Rupanya setelah lapangan sepak bola dan lapangan volley jadi dan dapat kami pergunakan, keinginan untuk mengundurkan diri pun tidak ada lagi.
Bagaimana perasaan Romo ketika akan ditahbiskan?
Ada perasaan ragu dan saya sempat goyah untuk meneruskan panggilan menjadi imam karena saat itu saya pernah mendapat tawaran kerja sebagai staf seleksi d pembina karyawan di sebuah bank swasta. Pergumulan itu masih berlanjut hingga saya sudah ditahbiskan menjadi Diakon. Keputusan untuk menerima tahbisan imam baru saya ambil jam 3 pagi sebelum acara tahbisan yang berlangsung sore harinya… Bahkan ketika sudah menjadi imam, kesetiaan imamat sempat goyah karena mendapat tawaran bekerja di sebuah perusahaan televisi swasta (setelah sempat ikut kursus video televisi).
Apa pengalaman berkesan dalam kehidupan Romo?
Waktu di seminari, saya bermain bola sepak dan tiba-tiba jatuh, tak sadarkan diri dan kemudian dinyatakan meninggal. Saat itu saya seperti terbang , bertemu dengan orang-orang yang telah saya kenal yang sudah meninggali. Wajah mereka bercahaya. Setelah melewati terowongan, saya bertemu dengan seorang berjubah putih dengan wajah berkilauan.
Pada kesempatan itu saya juga bertemu dengan nenek saya yang sudah meninggal. Nenek menyuruh saya untuk kembali. Dia mengantar saya kembali dan setelah diberi tanda salib di dahi oleh nenek, saya sadar lagi. Ketika sadar, lidah saya terasa sakit karena tergigit. Saat itu saya merasa menyesal mengapa hidup lagi karena ternyata kematian itu indah.
Bagaimana Romo memaknai peristiwa kematian itu?
Kematian adalah sesuatu yang indah. Ini membawa saya untuk lebih menghargai kehidupan dan selalu mengingatkan saya bahwa hidup ini sangat berharga bagi bagi saya dan banyak orang. Kehidupan ini jangan dianggap sebagai sampah. Hidup ini luar biasa!
Ketika sempat membaca dan mendengar atau mendapat sharing kasus keinginan menggugurkan kandungan saya merasa gelisah dan sedih. Saya sempat meminta orang yang melakukan pengguguran itu untuk mengaku dosa langsung pada Uskup.
Berkaitan dengan penugasan Romo sebagai Pastor Paroki Sebamban Raya, bisakah Romo ceritakan pengalaman Romo?
Umat di Paroki Sebamban Raya adalah umat pendatang dan minoritas. Karena minoritas, mereka ternyata lebih semangat dalam melayani, terutama yang berasal dari Jawa, mereka militan sebagai umat Katolik.
Saya bersyukur mendapatkan dukungan umat yang luar biasa untuk kemajuan paroki. Semua orang punya hati untuk memberi dengan berbagai cara. Fokus pelayanan saya saat ini bagi umat adalah membangun fisik serta membangun umatnya antara lain dengan memberikan pembinaan rohani, pengajaran dan katekese. (smr)