Banner Misa Perdana Romo Martinus Juprianto Bolu Toding, SJ. dan RD. Yohanes Tjuandi di stasi Serongga A Paroki Batulicin

“Selamat Pagi Romo Jupri” begitu sapaan beberapa umat Stasi Serongga A dan Serongga C, Paroki St. Vincentius a Paulo, Batulicin kepada Pastor yang beberapa bulan lalu ditahbiskan menjadi imam dalam kongregasi SJ.  Pastor yang memilki nama lengkap Martinus Juprianto Bulu Toding, SJ. adalah putra asli Stasi Serongga A, Paroki St. Vincentius A Paulo Batulicin . Jarak rumah ke gereja stasi hanya 200 m. Sedangkan jarak rumah ke pusat paroki  sekitar 30 km.

Di tengah-tengah kesibukan umat yang sedang bergotong royong untuk mempersiapan misa perdana Romo Jupri dan Romo Jojo (imam diosesan Keuskupan Banjarmasin yang ditahbiskan Agustus 2021) di gereja stasi Santo Yohanes Serongga A, Romo Jupri mengisahkan perjalanan panggilannya.

 

Kegelisahan dalam Pengalaman Turne Bersama Para Imam

Dorongan dari kedua orangtuanya untuk menghayati hidup sebagai orang Katolik mengawali ketertarikannya menjadi Imam.  Ayahnya meninggal tahun 2010 saat Romo Jupri baru bergabung dengan Serikat Yesus dan mengawali formasi novisiat di St. Stanislaus Girisonta. Meskipun Ibu dari Romo Jupri baru menjadi Katolik ketika menikah, namun dorongan dan cinta dari ibunya telah  membawa Romo Jupri menapaki panggilan menjadi Imam sampai sekarang.

Selain orangtua, relasinya dengan Para Pastor Conggegasi Misi (CM) dan Suster-Suster Putri Kasih (PK) yang berkarya di Paroki Batulicin telah mendorong Romo Jupri untuk menjadi imam. Terbatasnya jumlah Imam yang berkarya di Paroki Batulicin membuat gereja stasinya hanya mendapatkan Sakramen Ekaristi sebulan sekali.  Pada waktu itu (hingga sekarang-red) ada kebiasaan Para Pastor mengajak anak-anak Sekami atau OMK untuk turne dan melayani misa ke stasi-stasi.

Baca Juga:  Selayang Pandang Gereja Katolik Santa Anastasia Muara Napu

Pengalaman turne bersama para Imam CM  ke stasi-stasi yang jauh jaraknya dari pusat paroki mengusik Romo Jupri untuk bertanya: “Mengapa untuk bisa bertemu dengan Allah (dalam Ekaristi) saja sulitnya bukan main dan harus menunggu dalam waktu yang lama?” Situasi tersebut menggelisahkan dan membuatnya terus bertanya: “Apa yang bisa saya lakukan dan bagikan kepada Gereja dalam situasi seperti ini? Eksklusivitas terhadap sakramen yang dimiliki oleh Imam membuat kebutuhan apostolis akan kehadiran imam menjadi sangat penting. Dalam perjalanan waktu, Romo Jupri akhirnya menyadari bahwa Allah memanggilnya untuk terlibat dalam pelayanan tersebut.

Perjalanan pertama dimulai dengan menerima tawaran Pastor Paroki St. Vincentius A Paulo Batulicin untuk masuk Seminari Menengah Santo  Vincentius a Paulo, Garum, Blitar. Waktu itu ada empat anak dari Paroki Batulicin dan satu anak dari Paroki Katedral Banjarmasin yang masuk Seminari Menengah pada tahun 2005. Dari kelima anak dari Keuskupan Banjarmasin tersebut, hanya Romo Jupri yang bertahan hingga lulus tahun 2009.

RP. Jupri SJ (no 2 dari kiri), RD Jojo (no.3 dari kiri), RP. Karyono CM/Pastor Paroki Batulicin (no.4 dari kiri)

Perwujudan Konkret dalam Berbagi Cinta yang Tulus

Pengenalan akan Serikat Jesuit sendiri berawal dari perjumpaan dengan para Jesuit di Novisiat St. Stanislaus Girisonta tahun 2009 dalam pengalaman live in selama satu setengah bulan. Perjumpaan dan kebersamaan itu mendorongnya untuk memutuskan menerima panggilan Tuhan dengan bergabung dalam Serikat Jesuit .

Dalam refleksinya, Romo Jupri mengungkapkan bahwa dia menemukan benang merah antara kegelisahan dirinya untuk menghayati cinta yang tulus dan murah hati serta realitas kebutuhan kerasulan Gereja dengan kebutuhan Gereja akan pelayan sakramen (imam).  Dari pengalaman formasi di Serikat Jesuit, Romo Jupri juga menemukan bahwa imamat merupakan sarana untuk tidak hanya membawa orang pada perjumpaan personal dengan Allah melalui Kristus, tetapi juga imamat merupakan perwujudan kongkret (bentuk formal) dalam berbagi cinta yang tulus dan murah hati demi memelihara kelangsungan kehidupan.

Baca Juga:  Membangun Komunitas yang Peduli

 

Perjalanan pendidikan Romo Jupri di Seminari Tinggi hingga ditahbiskan:

2011                    – Formasi awal di novisiat St. Stanislaus Girisonta dan kaul

2011 – 2015       – Studi Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta

2015 – 2017       – Tahun Orientasi Pastoral di SMA Kolese Gonzaga, Jakarta

2017 – 2021       – Formasi Teologi di Kolese Ignatius, Yogyakarta dan kuliah di FTW Wedabhakti dan Universitas Sanata Dharma

19 Agustus 2021- ditahbiskan menjadi Imam di Gereja St. Antonius Padua Yogyakarta oleh Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang. (vic)