Refleksi 25 Tahun Imamat RP. Yusuf Suharyoso, SJ

RP. Yusuf Suharyos, SJ

Saya anak kedua dari lima bersaudara. Sekitar tahun 1968 (kelas IV SD), saya pernah membaca sekilas buku doa “Padupan Kecana” tentang Doa Sabtu Imam tetapi saya belum menangkap maksudnya dengan baik. Ibu sayapernah  membeli gambar Yesus lalu dipasang di atas pintu. Ketika saya sedang duduk di kursi dan setiap memandang gambar Yesus dari sudut mana pun, sepertinya Yesus selalu memandang saya. Waktu itu saya hanya berpikir dalam hati “kenapa bisa begitu”. Ketika tahun 1973, ada teman yang mengajak saya untuk mendaftar ke Seminari Menengah Mertoyudan, tetapi saya tidak menanggapinya. Pada waktu itu saya hanya berpikir, setelah lulus Sekolah Teknik Negeri Bantul I, saya mau melanjutkan ke STM dan kemudian bekerja agar dapat membantu orang tua dan adik-adik. Saya pun berpikiran kalau toh harus menikah, saya nanti akan menikah kalau sudah berumur 30 tahun. Saya lulus STMN Yogyakarta I (Jetis) tahun 1976. Kemudian September 1978 saya merantau ke Jakarta dan menumpang di rumah paman. Selanjutnya saya diterima bekerja di PT. Djabesmen (pabrik asbes) dari Oktober 1978-November 1979. Lalu “magang” di Biro Data Dep. Perindustrian. Setelah dinyatakan lulus seleksi, terhitung mulai tanggal 1 Maret 1980 saya diangkat menjadi CPNS dan ditempatkan di Biro Data, sedangkan kakak saya yang sulung ditempatkan di Biro Umum tetapi diperbantukan di rumah tangga Menteri Perindustrian. Atas ijin pimpinan, saya melanjutkan kuliah sore di Akademi Pimpinan Perusahaan Dep. Perindustrian (1980-1984). Untuk membantu meringankan beban orang tua, saya dan kakak saya sepakat memberi modal orang tua dan adik untuk berternak ayam.

Baca Juga:  Gereja Inklusif Keuskupan Banjarmasin: “Kami Mendatangi Mereka dalam Persaudaraan”

Setelah saya menjadi PNS saya masih mempertimbangkan untuk hidup berkeluarga. Siapa tahu nanti anak-anak saya ada yang mau menjadi pastor atau suster, pikir saya. Oleh karena itu tahun 1982 saya mengikuti rekoleksi “mencari teman hidup” di Wisma Samadi Klender. Pada waktu itu saya juga memiliki pertimbangan lain, yaitu hidup tidak menikah. Kemudian hari kalau saya sudah pensiun dan menjadi jompo, apabila keluarga saya tidak ada yang mau merawat saya, saya akan tinggal di “panti jompo” saja. Sampai di sini pilihan hidup yang saya gumuli yaitu hidup berkeluarga, atau hidup tidak menikah (membujang).

Sekitar bulan April 1984, ketika saya masih menyusun skripsi dan sedang mengikuti Kursus Bendaharawan (A) dan Pegawai Administrasi Keuangan (B) yang diselenggarakan oleh Dep. Keuangan, saya membaca artikel Majalah Hidup yang berkaitan dengan pelayanan pastoral di daerah transmigrasi yang menarik perhatian saya. Maka muncullah pilihan hidup yang ketiga, yaitu menjadi imam.

Kemudian saya diangkat menjadi Bendahara Rutin Pusat Pengolahan dan Analisis Data Dep. Perindustrian periode 1985/1986. Dalam pergumulan selanjutnya ternyata pilihan hidup menguat DAN MENGERUCUT untuk menjadi imam Serikat Jesus. Maka pada bulan Mei 1985 saya mengikuti retret panggilan di Civita dan seminggu sekali mengikuti pendampingan di Kolese Hermanum/STF Driyarkara Jakarta. Saya diterima masuk Novisiat SJ tanggal 7 Juli 1986. Sebelumnya saya sudah mengundurkan diri sebagai PNS dan SK pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS Dep. Perindustrian dikeluarkan akhir Januari 1987.

Selanjutnya saya menjalani formasi dalam Serikat Jesus dengan berjerih payah: 2 tahun Novisiat (1986-1988), 3 tahun studi filsafat di STF Driyarkara (1988-1991), 2 tahun TOK sebagai Ekonom Kolese Hermanum dan Kepala Sub Unit Keuangan STF Driyarkara (1991-1993), 3 tahun studi teologi di FTW Yogyakarta (1993-1996).

Baca Juga:  Misa Harian Rabu Pekan VII, 19 Mei 2021 Novena Roh Kudus hari ke-6

Saya menjalani semester diakonat di Paroki St. Yusup Baturetno Wonogiri dan ditahbiskan menjadi Diakon oleh Yulius Kardinal Darmaatmadja, SJ tanggal 7 Juni 1996 di Kapel Puskat Yogyakarta serta ditahbiskan imam oleh Yulius Kardinal Darmaatmadja, SJ tanggal 30 Juli 1996 di Gereja St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta.

Setelah menjadi imam saya ditugaskan di Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu Yogyakarta (1986-1999), menjadi Minister Novisiat St. Stanislaus Girisonta (1999-2001) dan mengikuti program Tersiat di Girisonta (2001).

Selanjutnya saya ditugaskan ke Nabire, Papua: menjadi anggota Tim Pastoral Paroki Kristus Sahabat Kita (KSK) Nabire (1-9-2001 sd 1 Maret 2002), Pastor Paroki KSK Nabire (2 Maret 2002 – Juni 2018), Dekan Dekanat Teluk Cenderawasih (2002-2018) dan Penanggungjawab KPA Nabire (2005-2011). NB: Paroki KSK Nabire semula di bawah Keuskupan Jayapura dan sejak Uskup pertama Keuskupan Timika ditahbiskan 18 April 2004, Paroki KSK Nabire berada di bawah Keuskupan Timika.

Setelah menjalani masa penyegaran beberapa bulan di Provinsialat SJ kemudian Pater Provinsial menugaskan saya menjadi Staf Dewan Karya Pastoral Keuskupan Banjarmasin sejak 1 Februari 2019. Tugas selanjutnya menjadi Pastor Rekan di Paroki Hati Yesus Yang Mahakudus Veteran (1 September 2020-sekarang) dan Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Banjarmasin (1 Oktober 2020-sekarang).

Pergumulan melawan penyakit yang serius: 1) malaria tersiana, gula darah 300, tensi, asam urat dan kolesterol juga tinggi (Desember 2004); 2) malaria tersiana dan tropica, gula darah 600, tensi, asam urat, kolesterol juga tinggi (2007); 3) operasi kanker tiroid pertama di RS Carolus Jakarta (Juli 2010), sebelumnya harus diturunkan dulu gula darah yang masih 300 dan trigliserid 1.100. Operasi sisa kanker tiroid kedua di RS Dharmais Jakarta (Oktober 2010). Lalu ablasi dilaksanakan di Kedokteran Nuklir RS Sardjito Yogyakarta (Januari 2013).

Tahbisan Imam RP. Yusuf Suharyoso, SJ (paling kiri), 30 Juli 1996 di Paroki Kotabaru, Yogyakarta

Sumber kekuatan dalam pergumulan

Baca Juga:  Susunan Panitia Tahbisan dan Ucapan Terima Kasih

Retret Agung di Novisiat dan Latihan Rohani secara teratur:

Retret Agung di Novisiat dan Latihan Rohani secara teratur untuk mengagumi karya Allah, menyadari diri sebagai orang berdosa tetapi dipanggil Allah, bertobat terus menerus dan mengarahkan diri kepada Allah. Sikap dasar ini selanjutnya diwujudkan menjadi keputusan konkret, mau bergabung dalam Serikat Jesus, AMDG.

Dalam melaksanakan keputusan tersebut dihayati bersama dengan Yesus Kristus dan bimbingan Roh Kudus. Hal ini saya yakini karena ketika angkatan kami menjalani program Bulan Imamat (1994) dan dalam retret saya menemukan bahwa di dalam hati saya bersemayam Dia yang memanggil saya. Ketika angkatan Tersiat kami Retret Agung (2001), saya sedang merenungkan penderitaan Yesus dari rumah Pilatus ke Herodes, dalam perjalanan itu saya merasa dirangkul oleh-Nya dan mencium bau keringat-Nya.

Fiat Getsemani

Semuanya melulu hanya untuk melaksanakan kehendak-Nya. Dia yang memanggil dan mengutus, entah langsung, entah melalui Bapak Uskup/Pembesar, tidak pernah meninggalkan saya. Kunjungan, peneguhan, rahmat dan kasih-Nya itu sudah cukup bagi saya.

Dukungan dan bantuan doa

Dukungan dan bantuan doa dari Bapak Uskup, orang tua/keluarga, saudara-saudara se-Serikat serta umat. Panggilan itu rahmat Allah yang harus dimohon terus menerus.

 

Terima kasih Bapak Uskup dan Umat Keuskupan Banjarmasin, leluhur dan orang tua serta saudara-saudari saya dari Bantul, saudara-saudara se-Serikat, se-Imamat dan se-Rekan Panggilan dalam Lembaga Hidup Bakti atas dukungan dan doa-doanya. Salam sehat. Berkah dalem.