Setahun Pandemi: Apa Kabar Pendidikan Kita?
Setelah setahun mengalami badai pandemi Covid, memaksa berbagai kalangan untuk menyesuaikan diri. Tak berlebihan jika mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan berusaha keras mengantisipasi perubahan tersebut karena harus menyiapkan generasi yang mumpuni melalui kemampuam intelektual dan budi pekerti yang baik. Komisi Komsos, pada 24/4 menyelenggarakan perbincangan melalui Zoom bersama Ketua Komisi Pendidikan KEBAN/Majelis Pendidikan Katolik RP. FX. Adisusanto, SJ, beserta anggotanya untuk memperbincangkan hal di atas. Ventimiglia akan menurunkan menjadi 2 tulisan bersambung.
Kesulitan dan Tantangan yang Dihadapi
Melalui Surat Edaran Mendikbud No.4 tahun 2020, 24 Maret 2020, tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) dan turunannya memberikan aturan proses Belajar Dari Rumah (BDR). Hal ini membawa konsekwensi yang besar terhadap proses belajar-mengajar, metode pembelajaran yang dipakai, sarana-prasarana yang harus disiapkan, kesiapan sumber daya pengajar dan siswa dan tentu saja dampak sosial serta psikologi yang ditimbulkannya. Nampaknya pelaksanaan Belajar Dari Rumah melalui proses belajar Dalam Jaringan (Daring) atau jarak jauh memberikan pengalaman umum yang sama bagi anak didik, guru dan orang tua.
Bagi siswa tidak setiap anak memiliki gawai penerima materi ajar, tidak setiap tempat ada sinyal internet, pun kemampuan menyerap pelajaran masih dipertanyakan. Sr.Agustin,SFD Kepala SMP St. Maria banjarmasin mengungkapkan,”Tantangan yang kami rasakan yaitu tidak semua anak-anak memiliki kelengkapan untuk belajar via daring misalnya tidak ada wifi, kesulitan untuk membeli kuota, jaringan yang tidak stabil. Cara mengatasinya kita di sekolah membantu untuk kuota dan lain-lain tetapi tetap ada satu dua hal yang bermasalah itu kami lakukan pelayanan khusus sehingga bisa terlayani.” Bp.Tarigan, SD Sanjaya Banjarbaru membandingkan: anak-anak SD memang jauh berbeda dengan anak SMP. Menurut para orang tua anak- anak SD berkata ternyata guru tidak bisa digantikan dengan apapun. Kalau dengan orang tua, para anak-anak ini kurang bisa disiplin sehingga para orang tua sebagian mengharapkan adanya tatap muka.
Sr. Hubertin SCMM, yayasan Anawim (sekolah St.Angela dan Sanjaya), mencatat ada pernyataan yang sangat menarik dari seorang anak pada saat pertemuan dengan yayasan yaitu pertama mereka sangat bosan berada di rumah, mereka suka bersosialisasi dengan teman-temannya. Yang kedua yaitu masalah pembelajaran (daring) dan yang ketiga yaitu masalah jaringan yang kurang bagus.
Rm.Hersemedi, CM. Pengampu di Seminari Menengah St.Petrus Banjarmasin mengatakan bahwa kualitas siswa dari daerah memerlukan pendampingan ekstra dan dengan hati agar mereka bisa mengikuti pelajaran dan menggunakan fasilitas pembelajaran yang sangat memadahi. Bagi para guru perlu peningkatan kapasitas dalam penguasaan teknologi dan kreativitas pembuatan materi ajar. Kesulitan ini banyak dihadapi guru yang sudah senior.
Bagi orang tua mereka mengatakan kalau kewalahan mendidik anak di rumah dan mengatakan anak-anak lebih taat kepada guru. Pak Agus, SD St.Angela Banjarmasin, menyadari bahwa latar belakang orang tua itu berbeda-beda. Ada yang tahu tentang pendidikan ada yang tidak, yang tidak tahu inilah yang akan mengalami kesulitan untuk mengajari putera dan puterinya di rumah apalagi yang masih sekolah di tingkat awal. Bagi orang tua sangat menyita waktu dan pikiran mereka karena harus mendampingi dan mengontrol tugas sekolah anak-anak.
Senang Daring atau Tatap Muka?
Hasil pembicaraan Yayasan Santa Maria dan Yayasan Anawim dengan orang tua, sebagian besar orang tua lebih setuju sekolah daring karena takut masalah pandemi Covid-19. Sekolah telah melaksanakan vaksinasi tenaga sekolah, semua fasilitas untuk protokol kesehatan juga sudah siap tetapi banyak orang tua yang tidak menyetujui sehingga sekolah tetap melakukan pembelajaran daring seperti sekarang. TK Miriam mencari cara bagaimana anak-anak tidak bosan, karena sudah satu tahun tidak berjumpa dan berkenalan dengan teman-teman pasti ada kebosanan. Interaksi dengan aplikasi berbasis video per anak dengan guru pun ditempuh.
Pada penerimaan tahun ajaran baru 2021 dari Dinas Pendidikan menginformasikan bahwa tahun ajaran baru sudah dapat dilakukan dengan tatap muka. Para orang tua PAUD dan TK di Banjarbaru setelah didata sebagian besar setuju agar pengajaran sebaiknya dilakukan tatap muka karena anak-anak PAUD dan TK harus belajar disiplin, besosialisasi dengan teman. Anak-anak perlu berinteraksi dengan gurunya dan tetap menjaga kewaspadaan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Proses Belajar Mengajar
Pak Agus, SD St.Angela mengemukakan: jika di SMP memang melatih anak untuk mandiri tetapi untuk anak SD itu melalui belajar mengajar daring, memiliki kesulitan untuk melatih anak menjadi mandiri terutama untuk anak kelas 1 – 3. Disini peran orang tua sangat dituntut bagaimana orang tua bisa mendampingi putera-puterinya. Khusus anak kelas 1 SD kami menyediakan waktu untuk mengajak tatap muka bagi anak yang memang ada kelemahan saat belajar di rumah. Guru kelas 1 SD berkomunikasi dengan orang tua untuk menentukan waktu bersama, kapan anak yang mengalami kesulitan tersebut bisa datang ke sekolah untuk belajar membaca, menulis dan berhitung. Kami tahu bahwa latar belakang orang tua itu berbeda-beda. Ada yang tahu tentang pendidikan ada yang tidak, yang tidak tahu inilah yang akan mengalami kesulitan untuk mengajari putera dan puterinya di rumah apalagi yang masih ditingkat pendidikan dasar (awal). Jalan satu-satunya adalah tatap muka di sekolah.
Ibu Christin, TK Miriam Banjarmasin, mengungkapkan dalam proses belajar mengajar secara daring untuk memberikan penilaian anak TK itu sangat sulit terutama menyangkut tentang perilaku dan tanggung jawabnya.
Sr. Flavia, SCMM, SMP Sanjaya, mengemukakan dari pihak sekolah membantu anak-anak yang tidak memiliki HP atau sulit wifi yang berada di daerah sekitar Banjarbaru bisa datang ke sekolah. Dalam proses belajar mengajar Rm. Hersemedi, CM memberikan kiat,”Walaupun banyak tantangan tetapi harus dibawa asyik, dalam keseharian kami berusaha selalu meneguhkan siswa. Kata-kata yang negatif selalu kami hindari agar tidak membuat mereka semakin down.”
Memotret Dampaktemannya menjadi hilang. Menyangkut perkembangan anak, Bapak Tarigan, SD Sanjaya, menengarai indikasi kemerosotan dalam hal kedispilinan maupun kemauan belajar. Bahkan dalam pengamatannya hanya sekitar 40% saja yang tetap berusaha mencari tahu tentang pelajaran. Keluhan orang tua Ketika tugas yang diberikan hanya melalui Whatsapp, video call ataupun zoom anak-anak tidak begitu merespon. Untuk tugas PR pun anak mengerjakan seadanya. Beberapa banyak yang hanya melihat jawaban teman, mereka saling berkirim jawaban tugas dan mengcopy paste jawaban teman-temannya. Oleh karena itu memang satu-satunya cara yaitu melalui tatap muka, mau di buat secara bergantian satu atau dua orang yang terpenting tetap mematuhi protokol kesehatan. Kesiapan siswa untuk mengikuti zoom sesuai jadwal waktu, menurut Sr.Flavia,SCMM perlu diingatkan kepada para orang tua karena jam 09.00 pagi ada yang belum bangun tidur.
Dampak positif yang patut diapresiasi adalah sekolah-sekolah Katolik menyadari pentingnya berbenah diri meningkatkan kualitas dan kapasitas menghadapi pembelajaran daring. Hal ini terutama dirasakan oleh korps guru. Para peserta zoom sepakat bahwa guru- guru banyak belajar IT dan semakin akrab dengan teknologi. Pak Agus SD Santa Angela, mencontohkan guru yang tidak menguasai IT tidak akan menjadi guru wali kelas. Untuk materi pembelajaran mereka menjadi kreatif menyiapkan konten yang menarik. Sekolah mencari peluang untuk selalu mengikutkan para guru bila ada tawaran pelatihan multimedia dari diknas atau perguruan tinggi. Para guru belajar bersama dalam penggunaan peralatan dan membuat konten, bahkan untuk memacu kreativitas dan inovasi, seperti diungkapkan Sr.Fransiska,SFD, diadakan lomba pembelajaran KPM Online.
Sr. Flavia,SCMM mengapresiasi siswa tingkat SMP lebih mandiri dengan pembelajaran daring, mereka lebih bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas dan mengelola waktu yang diberikan meskipun kurangnya pendampingan dari guru. Siswa aktif berkomunikasi dengan guru lewat grup kelasnya.
Fr. Stefanus Damai, CMM menyampaikan bahwa dampak positif dari pembelajaran daring adalah memicu percepatan transformasi dunia pendidikan. Muncul berbagai macam kreativitas dari para guru. Kolaborasi antara orang tua dan guru dalam mendampingi peserta didik semakin baik. Yang kedua kerjasama antara pemerintah dan sekolah juga semakin baik. Melalui pembagian kuota gratis itu hampir tidak ada masalah di sekolah. siswa dapat diawasi oleh orang tua secara langsung. “Kurikulum keluarga” pelan-pelan mulai terbentuk.
Catatan perbincangan ini kiranya menjadi modal awal para pihak untuk menghadapi masalah yang ada di depan kita dan mengambil tindakan yang baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekolah Katolik khususnya. (oZo)