SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2022

Tahun Gereja Inklusif:

Gereja yang Memelihara dan Merawat Kehidupan

 

(Disampaikan secara utuh atau petikannya kepada umat sebelum Rabu Abu 02 Maret 2022 selambat-lambatnya pada hari Sabtu sore/Minggu 26/27 Februari 2022. Isi surat ini hendaknya didalami oleh umat beriman dalam pertemuan komunitas/stasi atau kelompok ketegorial bahkan dalam keluarga untuk merumuskan tindak lanjut konkrit).

Bapak Uskup Petrus Boddeng Timang menyampaikan homili malam Natal di Gereja Katedral.

Kepada yang dikasihi Tuhan,

Saudari-saudara seiman, Umat katolik, Suster, Frater, Bruder, Rekan-rekan imam se-Keuskupan Banjarmasin (KEBAN) yang saya kasihi dan banggakan,

Damai sejahtera Allah selalu menyertaimu.

  1. Pada hari Rabu Abu tanggal 02 Maret mendatang Gereja Katolik sedunia memasuki Masa Prapaskah yang ditandai dengan penerimaan abu. Masa yang biasa disebut retret agung itu ditandai dengan puasa dan pantang dengan berbagai ungkapan dan perwujudannya.

Tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) Masa Prapaskah 2022 yang ditawarkan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (PSE KWI) 2022 bertajuk Memulihkan Kehidupan, Bumi Sehat Manusia Sejahtera. Sementara itu Keuskupan Banjarmasin (KEBAN) sejak tahun 2020 memasuki Periode 5 tahun kedua, ARAH DASAR, yang berjudul “Umat Allah Keuskupan Banjarmasin Didasari Imannya Menjadi Gereja yang Memancarkan Kasih Allah di Kalimantan Selatan”. Memasuki tahun ketiga, Tahun Gereja Inklusif sejak Januari 2022, Gereja Partikular Keuskupan Banjarmasin berkomitmen untuk “terbuka dan bekerjasama dengan umat beragama dan budaya lain, hidup bersama dan bersesama dengan semua kalangan seraya mengembangkan jejaring antar lembaga sosial di dalam dan di luar Gereja”. (Arah Dasar Keuskupan Banjarmasin 2015-2024, hal. 35-37). Dengan demikian tema yang disodorkan Komisi PSE KWI mendarat dan mendapatkan pijakan di Bumi Kalimantan Selatan.

Umat Katolik Kalimantan Selatan menempatkan diri sebagai bagian dari keluarga besar yang menghuni Rumah Besar Kalimantan Selatan. Kita terpanggil mengikuti ajakan Paus Fransiskus untuk bersama dengan sesama anggota Keluarga Besar Kalimantan Selatan ikut serta memelihara, merawat dan menata kehidupan bersama, membangun “ekologi integral” sebagai upaya serius untuk menyelamatkan bumi rumah kita bersama (Laudato Si, n.137) dan memulihkan kehidupan pasca pendemi Covid-19.

Sejak bulan Oktober 2021 umat Allah Keuskupan Banjarmasin sebagai bagian dari Gereja Katolik semesta terlibat dalam diskusi mondial pra-sinodal dalam rangka mempersiapkan Sinode Para Uskup Sedunia bulan Oktober 2023 yang akan datang. Dalam Sinode tahun depan itu oleh Paus Fransiskus para peserta diajak untuk mendalami tema “Menuju Gereja Sinodal, panggilan untuk Persekutuan, Partisipasi dan Misi (For a Synodal  Church, Communion, Participation and Mission). Gereja menyadari diri sebagai umat Allah yang berziarah di bumi ini dan bersama dengan sesama peziarah lain dipanggil untuk mengemban tugas luhur membangun dan memperkuat persaudaraan, mengobarkan semangat berbagi, seraya terus menerus tanpa kenal lelah mewartakan Injil keselamatan demi kemuliaan Allah dan keselamatan semua orang” (Lumen Gentium, n.16). Bila perziarahan itu berakhir, berkat jasa Kristus yang telah bangkit dan mengaruniakan kehidupan kepada manusia, dalam kuasa Roh, semua orang sebagai putera-puteri dalam Sang Putera, akan berseru “Abba, ya Bapa” (bdk. Konstitusi Pastoral Tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, Gaudium et Spes, No.22). Itulah saat terciptanya “langit baru dan bumi baru” (Why 21:1).

  1. Sabda Allah yang menyapa kita pada hari Minggu Biasa ke-8 pada tanggal 26/27 Februari 2022 ini (Sir. 27:4-7; Mz.92:2-3,13-14.15-16; 1Kor15:54-58; Luk 6:39-45) membuka pintu pencerahan bagi kita dalam memahami dan mendalami tema APP 2022 Gereja Inklusif: Memelihara, Merawat dan Memulihkan Kehidupan. Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si (Terpujilah Engkau, 24 Mei 2015) menegaskan bahwa keadaan dunia saat ini mengalami masalah besar karena mengalami krisis iklim, kemerosotan (degradasi) lingkungan perilaku konsumeristik manusia, dan ketidakadilan sosial. Paus menyerukan perlunya secara sangat mendesak semua orang pada tingkat global dan lokal mengambil tindakan, bersatu mencari solusi mengatasi masalah kerusakan bumi ini. Berawal dari relasi yang telah putus antara manusia dengan Sang Pencipta (Kej 2:23) maka hubungan manusia dengan sesama manusia dan sesama makhluk menjadi goyah. Bumi semakin panas, dunia kita semakin tidak bernyawa. Penduduk bumi menderita, yang paling miskin dan rentan merekalah yang paling menderita. Kita ada dalam “krisis kompleks yang bersifat sosial, ekonomi dan lingkungan hidup (Laudato Si, no. 139).
Baca Juga:  Misa Harian Rabu Pekan Biasa XXV, 22 September 2021

 

Petikan Injil Lukas 6:39-45 pada Hari Minggu Biasa ke-8 merupakan bagian terakhir rangkaian khotbah Yesus dalam bab 6. Maka perlu diingat kaitannya dengan seluruh bab itu, khususnya bagian yang dibacakan pada Hari Minggu Biasa ke-7, Luk 6:27-38. Sebagai warga Gereja dan murid Yesus, kita diutus oleh-Nya untuk mengenyahkan dari bumi ini segala penyakit yang mendera bumi dan seisinya. Tetapi perubahan itu harus mulai dari diri sendiri, dari Gereja dan semua warganya, sebagai pribadi, keluarga, lembaga-lembaga, Keuskupan, paroki, stasi dan komunitas. Yesus menegaskan tak mungkin seorang pengikut-Nya menuntun orang lain untuk mengatasi halangan-halangan dalam dirinya kalau dia sendiri masih buta (Luk 6:39). Buta karena ia sendiri belum  mengenali dan belum mampu menjalankan cara hidup yang benar dan baik sebagai murid Yesus. Buta karena ia sendiri belum menyadari cacat cela hidupnya yang merupakan penghalang dalam mengamalkan cara hidup injili.

 

Masa Prapaskah adalah saat tepat bagi setiap murid Yesus untuk tetap berguru kepada Yesus Sang Guru Agung. Ialah yang mampu membuka mata murid supaya semakin mengetahui jalan yang dikehendaki Tuhan. Dia pula yang menurunkan Roh Kudus yang mencerahkan dan memampukan sehingga murid itu mengetahui jalan yang dikehendaki Tuhan dan mau serta berani menempuhnya.

 

  1. Masa Prapaskah merupakan saat berahmat untuk terus berguru pada Yesus. Mari kita semakin jeli dan berani mawas diri mengenali rintangan-rintangan besar dalam hidup kita, secara pribadi, atau kelompok, yang menjadi penghalang untuk hidup menurut pola hidup Yesus. Dia memberi, merawat dan memulihkan kehidupan manusia melalui kehadiran, perkataan-perkataan dan tindakan-Nya. Dengan berguru pada Yesus, dengan membenahi diri, kita mengisi perbendaharaan hidup kita dengan harta injili dan dari hidup itulah lahir buah-buah kasih yang menyembuhkan pelbagai penyakit dan penderitaan baik fisik maupun rohani.
Baca Juga:  Bunda Maria : Perempuan Yang Terberkati

 

Dalam Tahun Gereja Inklusif ini umat Allah, murid-murid Yesus KEBAN diajak untuk menjadi seperti Sang Guru, mampu menuntun orang lain (dalam keluarga, kelompok, tetangga, rekan kerja dan siapa pun). Orang yang menyadari kekurangannya dan sudah berusaha untuk membenahinya, mampu membantu orang lain untuk membenahi dirinya. Bila hati dan pikiran murid Yesus dipenuhi dan diresapi dengan semangat Injil dia mempunyai modal yang memadai yang meluap dari hatinya untuk hidup bersesama dengan orang lain dan menuntunnya ke arah kebaikan melalui teladan hidup dan perkataannya.

 

Apakah seorang murid menjadi guru yang baik bagi sesamanya, apakah ia menyampaikan hal yang baik atau tidak tergantung dari apa yang ada dalam dirinya. Isi hati dan pikirannya sangat tergantung dari dekat tidaknya dirinya dengan Sang Guru disertai kesediaan untuk terus-menerus membuka diri untuk diolah dan dibentuk oleh Sang Guru. Dia akan berguna bagi orang lain dan menghidupkan dalam kehidupan bersama. Apakah dia tipe orang yang senang mengeritik dengan tajam dan menyerang orang lain dengan garang tanpa ampun, sementara dia sendiri ganas dan bersifat pemberontak bila kekurangannya diungkap orang lain dan ditegur bila ia bersalah? Dia akan menjadi pemecah belah dan penyesat dalam kehidupan bersama.

 

  1. Pada saat ini masyarakat kita dilanda berbagai penyakit mematikan. Bukan karena wabah Covid-19, demam berdarah atau penyakit berbahaya lainnya melainkan pertama-tama karena merebaknya berbagai penyakit sosial yang lebih ganas dan mematikan. Hal itu diakibatkan oleh ulah sekelompok orang yang cenderung mempertentangkan apa yang selama ini menjadi kekuatan dalam masyarakat majemuk Bhineka Tunggal Ika masyarakat Indonesia. Ras, suku, agama, budaya dan tingkat sosial menjadi unsur pemecah masyarakat dan bangsa dan bukannya perekat dan pemersatu. Relasi-relasi antar warga menjadi rusak bahkan hancur. Komunikasi dalam berbagai media diracuni dengan bermacam-macam sampah sosial seperti kecurigaan, kecemburuan, kebencian dan usaha penyingkiran bahkan penghancuran satu sama lain.
Baca Juga:  Surat Gembala Tahun “Gereja Inklusif” - 2022

 

Masa Prapaskah adalah momen istimewa penuh rahmat untuk memelihara, merawat dan memulihkan kehidupan pribadi maupun sosial yang telah rusak karena ulah manusia melawan rencana Sang Pencipta. Pada saat penciptaan alam semesta dengan segala isinya dan manusia sebagai puncaknya segala sesuatunya baik dan indah adanya. Manusia dipercaya oleh Sang Pencipta untuk menjaga dan memelihara seluruh ciptaan dan merawat martabatnya sendiri (Kej. 1:28). Puasa dan pantang berkaitan erat dengan doa dan sedekah (Yoel 2:17; Mat 6:1-6). Hubungan mesra dengan Pencipta dirawat dan dipelihara dengan baik secara terus menerus (on line) melalui penerimaan sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi dan Sakramen Tobat, devosi dan doa-doa lainnya. Wujud tindakan itu nyata dalam belarasa, empati, peduli terhadap sesama dan berlanjut dengan uluran tangan kepada sesama yang menderita, berkekurangan, tersisih dan terpinggirkan tanpa memandang agama, suku dan ras.

 

Masa berpuasa dan berpantang menurut Kitab Suci dan tradisi Kristiani berkaitan erat dengan tiga relasi dan sikap dasar manusia. Terhadap diri sendiri dalam tindakan mengendalikan hawa nafsu khususnya dalam hal makan dan minum dan nafsu-nafsu ragawi lainnya. Terhadap sesama dalam tindakan rela berbagi dengan orang lain yang berkekurangan serta berkebutuhan. Terhadap Allah pencipta, pemilik dan pemberi segala sesuatu mewujud dalam tindakan bersyukur, berbagi dengan sesama dan mengembangkan hidup dan karya yang menjadi berkat bagi sesama mulai dari keluarga sendiri.

 

Selamat menyongsong masa Prapaskah tahun 2022 dengan syukur dan sukacita. Allah adalah kasih, Deus Caritas Est.

 

Banjamasin pada hari Orang Sakit Sedunia (HOSS), 11 Februari 2022

 

 

Petrus Boddeng Timang

Uskup Keuskupan Banjarmasin