Perayaan menyambut tahun baru Imlek bukan milik agama tertentu, tapi merupakan tradisi menyambut tahun yang baru bagi seluruh warga keturunan China di mana pun berada, termasuk suku Tionghoa Indonesia.  Sehingga seluruh warga suku Tionghoa, apa pun agama/ kepercayaannya dan di mana pun berada melakukan tradisi merayakan Imlek.

Perayaan ini dikenal juga sebagai perayaan festival musim semi di negara asalnya, Tiongkok. Tahun baru Imlek 阴历; Yin Li diperingati setiap tahun pada tanggal 1 bulan 1 (1 Cia Gwee ) penanggalan Lunar/China. Perayaan Tahun Baru Imlek tahun 2022 ini jatuh pada Selasa, 01 Februari 2022, atau tahun Macan Air 2573. 

Ritual perayaan Imlek oleh Peranakan Suku Tionghoa Banjar 

Perayaan menyambut Tahun Baru Imlek ini dimulai dengan  membersihkan, mempercantik dan memperindah rumah tinggal untuk menyambut tahun yang baru, ada juga yang melakukan renovasi rumah tinggal dan lain sebagainya. Satu minggu sebelum Tahun Baru Imlek, sebaiknya tidak melakukan pembersihan di bagian atas rumah ( begeguar – Bahasa banjar), karena dianggap dewa-dewa tempekong sudah naik ke langit dan akan turun kembali satu minggu setelah tahun baru Imlek tersebut.

Menghias rumah untuk menyambut tahun baru juga dilakukan dengan  menempelkan hiasan Imlek seperti gambar-gambar terkait shio tahun itu (tahun ini Tahun Macan, maka nuansa tempelan dinding bergambar macan), menggantung lampion merah, menempatkan pohon bunga sakura di ruang tamu, semua dengan nuansa merah dan warna emas. Saat hari Imlek itu sendiri, ada beberapa keluarga Tionghoa Banjar yang pantang  membuang sampah ke luar rumah ( tidak menyapu lantai ) karena takut rejeki tersapu keluar.

Budaya Sarat Makna

Makan malam keluarga menjelang Imlek (foto: popmama.com)

Perayaan Imlek dimulai dengan  berkumpulnya keluarga besar dengan acara makan malam bersama pada H-1, dengan menu yang cukup istimewa dan  lengkap. Menu utama minimal : ikan, ayam, bebek, babi (untuk keluarga non muslim), sayur, dilanjutkan makan kue keranjang serta buah jeruk mandarin yang berwarna kuning keemasan. Semua makanan itu mengandung filosofi berkecukupan, keberuntungan, kebahagiaan dan rejeki melimpah ruah.

Anggota keluarga dianjurkan untuk mengenakan pakaian baru, ( dari pakaian dalam sampai pakaian luar ). Biasanya didominasi warna merah, melambangkan warna keberuntungan, kebahagiaan, keberhasilan, pembawa hokky (nasib baik). Filosofi pakaian baru adalah rejeki dan peruntungan selalu dibarui dan meningkat dari tahun ke tahun. Keluarga juga memakan permen ( gula-gula ) yang manis, sehingga kehidupan selalu manis di tahun yang baru ini. Sembahyang atau berdoa tepat jam 00.00 mengucap syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa juga dilakukan oleh keluarga suku Tionghoa Banjar, agama apapun dengan cara dan tradisi masing-masing agama.

Baca Juga:  Perubahan Jadwal Siaran Siraman Rohani Katolik di TVRI Kalsel

Menyambut Imlek juga terkait dengan tradisi potong rambut, dimana keluarga kami Tionghoa Banjar selalu melakukan potong rambut sebelum menyambut hari Imlek. Filosofi yang kami dengar adalah membuang sial dan beban di tahun yang lalu, sehingga di tahun yang akan datang semua akan baik-baik saja.

Kue Keranjang atau Nian Gao yang dikenal di negara asalnya adalah kue yang dibuat setahun sekali saja,  kue keranjang merupakan salah satu budaya akulturasi Tionghoa Indonesia, dimana menurut cerita turun temurun dari nenek moyang awalnya kue tersebut berbentuk bulat panjang (lonjong), kemudian setelah di Indonesia kue tersebut di cetak di keranjang sehingga kemudian dikenal dengan nama kue keranjang. Kue ini terbuat dari perpaduan bahan dasar ketan dan gula, dimana filosofi dari kue keranjang adalah lengket, yaitu melekatkan hubungan kekerabatan.

Setelah selesai makan malam bersama, bagi penganut agama Kong Hu Cu, melakukan ritual sembahyang menghadap ke langit dengan hio dupa lanjut sembahyang leluhur dengan aneka hidangan buah lengkap di meja sembahyang. Sajian sembahyang Imlek selama tiga hari dari malam Imlek, buah-buahan saji dihiasi dengan kertas merah yang digunting berbagai model dan aneka bentuk dan menyalakan lilin merah sepanjang hari.

Ang Pao, amplop merah berisi uang yang diberikan orang tua atau yang berkeluarga kepada anak dan cucu yang belum menikah.

Pada hari Imlek, melakukan penghormatan kepada orang tua terlebih dahulu baru mengucapkan selamat menyambut Tahun Baru kepada anggota keluarga lainnya. Bagi orang tua ataupun yang sudah berkeluarga biasanya memberikan amplop merah (angpao) berisi sejumlah uang kepada anak dan cucu yang belum menikah. Hal ini sebagai ucapan syukur dan kewajiban membagikan rejeki.

 

 

Petasan dan Barongsai

Kesenian Barongsai menyemarakkan perayaan Imlek (foto: Maria Roeslie)

Petasanpun selalu mengiringi perayaan Imlek dengan maksud memburu roh-roh jahat yang ada di sekitar kita dengan bunyi petasan. Warna kemasan petasan  juga didisain dengan warna merah. Legenda tersebut adalah cerita masa lampau saat hari raya Imlek. Ada serangan mahluk jahat monster atau disebut Nian, berwujud setengah banteng berkepala singa, menyerang dan menculik warga desa. Di akhir cerita, monster bisa dikalahkan dengan tiga hal yakni kebisingan (petasan), warna merah dan api. Hal ini juga terkait erat dengan asal usul tarian Barongsai yang juga memburu roh-roh jahat dengan bunyi-bunyian yang keras. Seiring dengan perkembangan zaman tarian Barongsai juga dipersembahkan untuk hiburan yang melambangkan kegembiraan. Tarian Barongsai memerlukan keahlian khusus. Tarian Imlek lainnya adalah Liong / Naga yang dimainkan dengan banyak pemain dan mengutamakan keharmonisan gerak. Sebelum tarian ini diperarakan, dilakukan ritual lebih dahulu melalui sembahyang di tapekong/ kelenteng oleh seluruh pemainnya. Kata Barongsai merupakan bahasa akulturasi budaya China & budaya Indonesia, asal kata Barong dari bali (tarian dengan kostum / boneka tertentu) dan kata Sai berarti singa. Di negara asalnya hanya dikenal dengan Lion Dance. Di Banjarmasin cukup banyak perkumpulan suku Tionghoa yang memiliki perangkat tarian Barongsai, sehingga jalan-jalan akan penuh dengan Barongsai yang mengunjungi rumah-rumah penduduk yang menyediakan rumahnya untuk dimasuki barongsai, karena ada kepercayaan barongsai akan memburu roh-roh jahat. Sebagai ucapan terima kasih, maka pemilik rumah akan memberikan angpao untuk tim penari dan pemain musik barongsai.

Baca Juga:  Latihan Wawancara bersama Pastor Jufri Kano, CICM

Menurut sejarahnya,  Kesenian Barongsai mulai populer pada zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda hingga sekarang. Seni Barongsai masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke-17 ketika terjadi migrasi besar-besaran dari Tiongkok Selatan. (Sumber: Wikipedia).

Beberapa Sumber Tulisan Pendukung

Di Indonesia perayaan menyambut Tahun Baru Imlek diperingati sebagai hari libur nasional sejak tahun 2003, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan nama Gus Dur menetapkan berdasarkan  Keppres No 19/2002. Hal ini didasari oleh banyaknya suku di Indonesia, yang salah satu nya adalah suku Tionghoa yang merayakan Tahun Baru Imlek sejak jaman nenek moyang kedatangan pertama di Indonesia. Prakiraan kedatangan pertama di Nusantara  sejak sebelum masehi (dari berbagai kronik dan cerita dari Dinasti Han, terutama pada masa pemerintahan Kaisar Wang Ming atau Wang Mang (6 SM – 1 SM). Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Menelusuri Sejarah Awal Masuknya Masyarakat Tionghoa di Indonesia…”.

Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2020/01/18/12220121/menelusuri-sejarah-awal-masuknya-masyarakat-tionghoa-di-indonesia?page=all.

Legenda yang terkait dengan tradisi/ ritual ini ada berbagai versi, antara lain bersumber dari https://www.tionghoa.info/tradisi-memberikan-angpao/

Sejak lama, warna merah melambangkan kebaikan dan kesejahteraan di dalam kebudayaan Tionghoa. Warna merah menunjukkan kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa yang nasib baik bagi penerimanya.

Namun, makna angpao sebenarnya bukan hanya sekedar perayaan tahun baru Imlek semata karena angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpao juga ada di dalam beberapa perhelatan penting seperti pesta pernikahan, hari ulang tahun, syukuran naik rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.

Baca Juga:  Perizinan TK Yos Sudarso Kotabaru: Penantian Penuh Harap

Jumlah uang yang ada dalam sebuah amplop angpao bervariasi. Untuk perhelatan yang bersifat suka cita biasanya besarnya dalam angka genap, angka ganjil untuk kematian.  Angka “empat” terasosiasi dengan artian ketidakberuntungan, karena pelafalan angka empat (shi, 四) memiliki arti “mati” (shi wang, 死亡), maka jumlah uang dalam amplop angpao tidak berisi/dihindari menggunakan angka empat. Walaupun demikian, angka delapan (8) terasosiasi untuk keberuntungan. Pelafalan angka delapan (8) berarti “kekayaan”. Makanya jumlah uang dalam amplop angpao seringkali merupakan kelipatan delapan (8).

Cerita singkat mengenai sejarah kue keranjang dikutip dari :

https://www.popmama.com/life/health/atilah-abelta/sejarah-kue-keranjang-bagi-etnis-tionghoa-yang-simbolik-dan-filosofis/5, kue keranjang mulai pada awal Dinasti Liao (907-1125), dan populer sejak masa Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1644-1911).  sebuah mitos yang beredar di masyarakat Tiongkok. Diceritakan, pada zaman China kuno ada seekor raksasa bernama Nian yang tinggal di sebuah gua. … saat Nian hendak mencari mangsa, ia melihat kue keranjang yang ada di depan pintu setiap rumah, kemudian ia memakannya hingga kenyang. Setelah itu, Nian pun meninggalkan desa dan kembali ke gua.

Masuknya kue keranjang ke Indonesia bisa dikatakan bersamaan dengan masuknya warga China ke Indonesia yang berlayar pada tahun 400-an. Asal mula mengapa kue ini disebut ‘kue keranjang’ yaitu karena proses pembuatannya dilakukan dengan cara dicetak dalam sebuah keranjang bolong berukuran kecil. Orang-orang menganggap bahwa kue tradisional khas China ini dipercaya membawa keberuntungan. Selain itu, kue ini juga dianggap sebagai wujud harapan untuk memulai tahun baru yang lebih baik. Meskipun kue keranjang umumnya dinikmati saat perayaan Imlek saja, namun keberadaannya harus tetap dilestarikan. Pasalnya, kue berwarna coklat ini merupakan bagian dari sejarah masuknya etnis Tionghoa ke Indonesia, serta memiliki makna simbolik dan filosofis bagi etnis Tionghoa. Salah satunya merupakan simbol keharmonisan keluarga. Itulah beberapa rangkuman mengenai kue keranjang yang biasanya sering dijumpai saat perayaan Imlek.

Selamat menyambut Tahun Baru Imlek 2573, tetap menjalankan protokol kesehatan dengan tidak mengurangi kebahagiaan kita. Buat anak-anak: selamat berburu angpao!