Zoominar #8: Benarkah Perempuan dan Laki-Laki Berbeda?
“Sebenarnya tema dalam Zoominar kali ini merupakan pertanyaan yang konyol. Jawaban sudah jelas, perempuan dan laki-laki berbeda. Penampilan fisik pasti berbeda, alat reproduksi juga berbeda, hormonal dan sebagainya pasti berbeda? Tapi mengapa tema ini diangkat? Apa maknanya?” demikian pernyataan Moderator Zoominar seri ke-8, Warjiman, mengawali kegiatan bulanan yang diselenggarakan oleh Komisi Keluarga keuskupan Banjarmasin bekerjasama dengan Pusat Kerasulan Keluarga MSF Banjarbaru.
Selain melalui media Zoom yang diikuti oleh 52 partisipan, Zoominar #8 juga disiarkan secara langsung melalui YouTube Pusat Pastoral Keuskupan Banjarmasin. Kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis, 12 Agustus 2021 tersebut menghadirkan Narasumber RP. Fransiskus Iwan Yamrewav, MSF atau yang akrab disapa sebagai Romo Iwan.
Teori Gender
Dalam pemaparannya, Romo Iwan mengungkapkan bahwa di tengah-tengah masyarakat ada kecendungan yang makin menguat untuk mempercayai Teori Gender. Apa itu Teori Gender? Teori Gender adalah teori yang menyangkal perbedaan dan hubungan timbal balik kodrati antara laki-laki dan perempuan. Ideologi ini membayangkan masyarakat tanpa perbedaan seksual yang merongrong dasar antropologis keluarga. Identitas manusia menjadi pilihan individu yang bisa berubah seiring perjalanan waktu. Hal ini merupakan dampak dari krisis pendidikan mengenai afeksi dan seksual akibat perkembangan teknologi komunikasi, dunia hiburan, dan sebagainya.
Male and Female He Created Them
Untuk merespon ideologi Gender yang semakin meluas, maka pada tahun 2019 Gereja Katolik melalui Kongregasi untuk Pendidikan Katolik mengeluarkan dokumen yang berjudul Male and Female He Created Them, yang artinya Allah Menciptakan Laki-Laki dan Perempuan (Kej 1:27). Dokumen tersebut dikeluargan setelah melalui proses discernment dengan mendengarkan, bernalar dan mengusulkan.
Dalam proses mendengarkan, Gereja mendalami apa isi apa maksud ideologi gender dan apa tuntutan dalam ideologi tersebut. Setelah mendengarkan, Gereja bernalar apakah teori tersebut benar, apakah cocok, sesuai dengan maksud Allah dan dapat diterapkan dalam dunia pendidikan. Ternyata memang ada beberapa poin yang sesuai dengan ajaran Gereja, yaitu mengenai diskriminasi gender. Namun Gereja menyangkal ideologi gender yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kodrat laki-laki dan perempuan. Gereja tetap mengakui bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan.
Setelah bernalar, Gereja mengusulkan untuk kembali kepada Antropologi kristiani bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Allah menciptakan manusia perempuan dan laki-laki. Dari keluarga orangtua harus menanamkan pendidikan afeksi dan seksualitas kepada anak-anak tentang perbedaan hakiki dan kodrati antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini peran orangtua tidak tergantikan. Bahkan oleh sekolah sekalipun. Namun sekolah berperan untuk melengkapi pendidikan tersebut. Gereja juga mengusulkan agar masyarakat kembali kepada antropologi kristiani.
Kesetaraan Gender vs Teori Gender
Gereja mengakui kesetaraan gender namun menolak teori gender. Titik perbedaan di antara keduanya adalah kesetaraan gender mengakui kodrat laki-laki dan perempuan sedangkan teori gender menyangkal kodrat itu. Oleh karena itu komisi/unit Kesetaraan Gender di keuskupan memiliki tugas penting yang bukan sekedar sosialisasi, namun perlu menganimasi terutama para orangtua dan sekolah-sekolah untuk melawan penyebaran teori gender.
Menutup tema Zoominar #8 itu, Ketua Komisi Keluarga, RP. Ignas Tari, MSF memberikan pernyataan penutup mengutip sabda Yesus dalam Yohanes 8:7b, Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. “Dengan demikian kita hendaknya tetap mencintai orang-orangnya, namun menolak pandangan dan perilaku yang menyangkal kodrat perempuan dan laki-laki,” tandas Pastor yang belum lama ini menjadi Pastor Paroki Katedral Keluarga Kudus Banjarmasin. (smr)